Selasa 07 May 2019 19:17 WIB

KPK: Sebagian Poin Praperadilan Romi Masuk Pokok Perkara

Sidang lanjutan praperadilan Romi hari ini digelar di PN Jakarta Selatan.

Pengacara Romahurmuziy, Maqdir Ismail (kanan) bersiap mengikuti sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (6/5/2019).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Pengacara Romahurmuziy, Maqdir Ismail (kanan) bersiap mengikuti sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (6/5/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa sebagian poin permohonan praperadilan yang diajukan anggota DPR RI Romahurmuziy alias Romi telah masuk pada pokok perkara. Sidang lanjutan  praperadilan Romi hari ini digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

"Apabila dicermati dalil-dalil permohonan praperadilan tersebut telah memasuki materi pokok perkara dugaan tindak pidana korupsi yang seharusnya disampaikan pemohon (Romi) dalam pembelaan (pleidoi) pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi," kata anggota tim Biro Hukum KPK Efi Laila di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (7/5).

Baca Juga

PN Jakarta Selatan melalui Hakim Tunggal Agus Widodo menggelar sidang lanjutan praperadilan dengan agenda jawaban KPK atas permohonan praperadilan yang diajukan Romi. Menurutnya, pembuktian dalam pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi merupakan wewenang mutlak atau absolut dari Majelis Hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagai satu-satunya pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi.

"Lembaga praperadilan tidak pula menentukan apakah perkara cukup alasan ataukah tidak untuk diteruskan ke pemeriksaan sidang pengadilan. Penentuan diteruskan ataukah tidak suatu perkara tergantung kepada penuntut umum," ucap Efi.

Oleh karena itu, kata dia, tidak ada kewenangan hakim praperadilan untuk menilai materi pokok perkara, mengingat lembaga praperadilan merupakan sarana pengawasan horizontal yang terbatas melakukan pemeriksaan formil. "Lingkup kewenangan praperadilan yang diberikan KUHAP adalah memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, penghentian penuntutan, permintaan rehabilitasi apabila perkara tidak diajukan ke pengadilan," kata Efi.

Selain itu, kata dia, lingkup kewenangan lembaga praperadilan telah diperluas berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 yang menyatakan lingkup kewenangan praperadilan mencakup juga mengenai sah atau tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan. Mahkamah Agung, kata dia, telah memberikan pedoman mengenai pemeriksaan praperadilan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (4) PERMA 4/2016 yang pada pokoknya bahwa pemeriksaan praperadilan terhadap permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka hanya menilai aspek formil.

"Yaitu, apakah ada paling sedikit dua alat bukti yang sah dan tidak memasuki materi perkara dan persidangan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan tersangka, penyitaan, dan penggeledahan dipimpin oleh Hakim Tunggal karena pemeriksaannya tergolong singkat dan pembuktiannya yang hanya memeriksa aspek formil," ujar Efi.

Adapun, poin permohonan Romi yang seharusnya masuk pokok perkara seperti masalah pertemuan, pemberian uang, dan lain-lain. Untuk diketahui, KPK telah menetapkan tiga tersangka terkait suap pengisian jabatan di lingkungan Kementerian Agama RI Tahun 2018-2019.

Diduga sebagai penerima Muhammad Romahurmuziy. Sedangkan diduga sebagai pemberi, yaitu Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi (MFQ) dan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin (HRS).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement