REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Informasi Geospasial (BIG) terus menyiapkan berbagai peta dasar yang bisa digunakan sebagai landasan pembangunan. Saat ini, BIG ingin memperluas peta dasar yang dimiliki dengan skala yang lebih besar.
Menurut Sekretaris Utama BIG, Muhtadi Ganda Sutrisna saat ini hingga tahun 2015 pihaknya memiliki peta skala 1:50.000 dan ada beberapa yang dikombinasi dengan skala 1:25.000. Ia berharap, ke depannya BIG dapat menyediakan peta dengan skala 1:10.000 dan 1:5.000.
"Kita move kepada skala yang besar lagi yaitu skala 1:10.000 dan 1:5.000 yang menjadi bagian, untuk dipergunakan untuk detail tata ruang, mitigasi bencana, dan lain-lain. Ini menjadi PR kita bersama untuk percepatan itu," kata Muhtadi, dalam sebuah diskusi di Jakarta Pusat, Sabtu (4/5).
BIG menargetkan data dan juga peta tersebut bisa selesai dibuat pada tahun 2024. Menurut dia, yang menjadi prioritas adalah peta berskala 1:1.000 untuk wilayah kota metropolitan.
Selain peta darat, BIG juga tengah menyelesaikan peta laut. Beberapa peta laut yang sudah selesai dibuat telah digunakan oleh sejumlah kementerian dan lembaga untuk membuat kebijakan-kebijakan.
"Saat ini yang dilakukan BIG itu masih sekitar 60 persen terselesaikan, sedangkan skala yang 1:10.000 untuk wilayah laut baru dalam tahap wilayah pengembangan tol laut," kata dia.
Muhtadi menjelaskan, BIG berkewajiban menyediakan peta dasar yang nantinya akan digunakan oleh pemerintah ataupun swasta dalam pembangunan. Peta dasar yang dimaksud memiliki dua jenis yakni peta rupa bumi dan peta lingkungan yang terbagi menjadi lingkungan pantai dan nasional.
BIG juga mengimplementasikan Kebijakan Satu Peta (KSP) yang telah diamanatkan dalam Perpres Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta. KSP ini dinilai penting agar peta yang digunakan tidak tumpang tindih khususnya yang terjadi di daerah-daerah. Oleh sebab itu, kini BIG terus melengkapi peta dasar yang mereka miliki.
Seluruh aspek pembangunan, kata Muhtadi memerlukan informasi geospasial. "Karena bagaimana kita merencanakan, melaksanakan, bagaimana kita memonitor dan bagaimana kegiatan pembangunan sangat memerlukan informasi geospasial," kata Muhtadi.
Sementara itu, menurut Kepala Pusat Penelitian Promosi dan Kerja Sama BIG, Wiwin Ambarwulan mengatakan saat ini BIG telah bekerja sama dengan sejumlah kementerian dan lembaga terkait penggunaan peta dasar. Namun, ia mengakui masih belum banyak pemerintah daerah atau swasta yang menggunakan peta tersebut.
Menurut dia, belum maksimalnya penggunaan peta dasar salah satu alasannya kurang sosialisasi dari BIG. Ia menjelaskan, saat ini BIG memiliki tugas yang besar namun anggarannya masih di bawah Rp 1 triliun.
"Yang sudah memanfaatkan paling enggak kabupaten, kota di Pulau Jawa rata-rata sudah ada kontak dan sosialisasi ke sana. Sulawesi juga. Banyak ada 100-an juga ada, tapi kan kabupaten kota lebih banyak dari itu," kata dia.
Wiwin menjelaskan, kebanyakan yang bekerja sama dengan BIG menjalankan KSP adalah instansi berskala nasional namun juga beberapa di antaranya berasal dari daerah. Ia pun berharap lebih banyak lagi pihak swasta ikut menggunakan peta yang dibuat oleh BIG dalam melaksanakan pembangunan.
Hingga saat ini, BIG juga telah melakukan sinergi dengan beberapa kementerian dan lembaga. Muhtadi mencontohkan beberapa hal seperti kerja sama mereka dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). BIG memberikan informasi informasi geospasial terhadap lembaga-lembaga tersebut.
Selain itu, BIG juga memberikan informasi seputar pembangunan hunian sementara (huntara) dan hunian tetap (huntap) di lokasi-lokasi bencana. "Selama dua bulan terakhir setelah ada bencana Palu, Donggala, BIG mengadakan pemotretan terkait rencana huntara dan huntap di sana," kata Muhtadi.