Kamis 02 May 2019 22:13 WIB

271 RS Mitra BPJS Kesehatan Belum Terakreditasi

Jumlah RS belum terakreditasi berdasarkan data BPJS Kesehatan hingga akhir April.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Andri Saubani
Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan BPJS Kesehatan Budi  Mohammad Arief (memegang mikrofon) berbicara di konferensi pers BPJS  Kesehatan mengenai 'Akreditasi Sebagai Upaya Optimalisasi Mutu Pelayanan RS  di Era JKN-KIS', di Jakarta, Kamis (2/5).
Foto: Republika/Rr Laeny Sulistyawati
Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan BPJS Kesehatan Budi Mohammad Arief (memegang mikrofon) berbicara di konferensi pers BPJS Kesehatan mengenai 'Akreditasi Sebagai Upaya Optimalisasi Mutu Pelayanan RS di Era JKN-KIS', di Jakarta, Kamis (2/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mencatat sebanyak 271 rumah sakit (RS) yang menjadi mitra belum reakreditasi hingga per 22 April 2019. Padahal, akreditasi RS menjadi syarat mutlak untuk tetap melanjutkan kerja sama dengan BPJS Kesehatan.

Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan BPJS Kesehatan Budi Mohammad Arief mengatakan, dari 2.202 RS atau Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) yang jadi mitra BPJS Kesehatan, masih ada ratusan R yang belum terakreditasi.

"Awalnya pada Desember 2018 masih ada 720 RS kerja sama yang belum terakreditasi. Kemudian tren RS mitra BPJS Kesehatan yang belum terakreditasi terus menurun menjadi 271 RS hingga 22 April 2019," kata dia saat konferensi pers BPJS Kesehatan mengenai 'Akreditasi Sebagai Upaya Optimalisasi Mutu Pelayanan RS di Era JKN-KIS', di Jakarta, Kamis (2/5).

Kemudian, ia menyebut, berdasarkan rekapitulasi RS mitra yang habis akreditasi atau belum diperbarui serta RS yang akan habis masa berlakunya Januari hingga Desember 2019 sebanyak 482 RS. Padahal, dia melanjutkan, akreditasi menjadi salah satu syarat wajib untuk memastikan peserta JKN-KIS memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Akreditasi juga bentuk perlindungan pemerintah dalam memenuhi hak setiap warga negara agar mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan bermutu oleh fasilitas pelayanan kesehatan. "Akreditasi ini juga melindungi tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit itu sendiri,” katanya.

Bahkan, ia menambahkan, pentingnya akreditasi disebutkan dalam UU tentang Rumah Sakit dan Permenkes tentang Akreditasi untuk Meningkatkan Mutu Pelayanan RS dan Melindungi Pasien. Karena itu, setiap RS yang mendapatkan izin operasional harus diregistrasi dan terakreditasi.

"Akreditasi sebagai persyaratan bagi rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan seharusnya diberlakukan sejak awal tahun 2014 seiring dengan pelaksanaan Program JKN-KIS," ujarnya.

Kendati demikian, ia menyebut, dengan memperhatikan kesiapan rumah sakit, ketentuan ini kemudian diperpanjang hingga 1 Januari 2019 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 99 Tahun 2015 tentang perubahan PMK 71 Tahun 2013 Pasal 41 ayat (3). Pihaknya juga mengaku sudah berkali-kali mengingatkan rumah sakit untuk mengurus akreditasi.

Bahkan, awal tahun lalu, pemerintah sudah memberi kesempatan kepada rumah sakt yang belum melaksanakan akreditasi untuk melakukan pembenahan dan perbaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, ia menyebut pemerintah juga telah memberikan surat rekomendasi kepada sejumlah rumah sakit mitra BPJS Kesehatan yang belum terakreditasi agar paling lambat 30 Juni 2019 nanti harus sudah terakreditasi.

Kemudian pada 11 Februari 2019, Dirjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan juga sudah mengirimkan pemberitahuan bagi rumah sakit agar segera terakreditasi.

Hingga akhir April 2019, terdapat 2.428 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, terdiri atas 2.202 rumah sakit dan 226 klinik utama.

“Kami berharap rumah sakit bisa memanfaatkan toleransi yang sudah diberikan pemerintah sampai 30 Juni 2019 tersebut untuk segera menyelesaikan akreditasinya,” ujarnya.

Jika tak menyelesaikan persyaratan akreditasi, ia menyebut BPJS Kesehatan harus memutus kerja sama dengan rumah sakit tersebut. Meskipun ia mengakui, 26 RS dari 271 RS yang belum akreditasi merupakan satu-satunya RS di wilayahnya.

Khusus untuk 26 RS ini, pihaknya akan memberikan keringanan menunggu RS tersebut terakreditasi. Sementara RS yang putus kerja sama, ia menyebut aplikasi Primary Care (P-Care) milik BPJS Kesehatan akan mendeteksi RS yang putus kontrak dengan pihaknya dan akan merujuk peserta JKN-KIS ke fasilitas kesehatan mitra lainnya yang terdekat.

Kendati demikian, ia menyebut putusnya kerja sama rumah sakit dengan BPJS Kesehatan bukan hanya karena faktor akreditasi. Ada juga rumah sakit yang diputus kerja samanya karena tidak lolos kredensialing, sudah tidak beroperasi, atau Surat Izin Operasionalnya sudah habis masa berlakunya.

Dalam proses ini juga mempertimbangkan pendapat Dinas Kesehatan dan/atau Asosiasi Fasilitas Kesehatan setempat dan memastikan bahwa pemutusan kontrak tidak mengganggu pelayanan kepada masyarakat dengan melalui pemetaan analisis kebutuhan fasilitas kesehatan di suatu daerah.

"Kriteria teknis yang menjadi pertimbangan BPJS Kesehatan untuk menyeleksi fasilitas kesehatan yang ingin bergabung antara lain sumber daya manusia seperti tenaga medis yang kompeten, kelengkapan sarana dan prasarana, lingkup pelayanan, dan komitmen pelayanan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement