Rabu 01 May 2019 16:45 WIB

Pengamat: Jakarta Masih Mampu Jadi Ibu Kota

Butuh anggaran besar untuk memindahkan ibu kota ke luar Pulau Jawa.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Teguh Firmansyah
Pengamat tata kota, Nirwono Joga
Foto: Youtube
Pengamat tata kota, Nirwono Joga

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat tata kota dari Pusat Studi Perkotaan, Nirwono Joga menanggapi wacana pemerintah yang ingin memindahkan ibu kota ke luar Pulau Jawa.  Menurut Nirwono, jika wacana itu direalisasikan, dipastikan akan membutuhkan anggaran yang sangat besar.

Berdasarkan catatan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) dibutuhkan biaya sekitar Rp 323 hingga Rp 466 triliun untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke kota lain di luar Pulau Jawa.

Baca Juga

Nirwono berpendapat, ketimbang memindahkan ibu kota, lebih baik anggaran tersebut digunakan untuk mengembangkan wilayah lain.  "Akan lebih baik jika dana itu kita gunakan untuk mengembangkan kota-kota, baik itu di luar Jabodetabek, artinya masih di Jawa, atau pun pembangunan pusat-pusat ekonomi baru di luar Jawa," ujar Nirwono saat dihubungi, Rabu (1/5).

Dengan adanya pembangunan di wilayah luar Jakarta, diharapkan dapat menarik minat warga daerah lain mencari mata pencaharian di kota tersebut. Karena menurut Nirwono, salah satu penyebab sejumlah permasalahan di Jakarta disebabkan oleh tingginya angka urbanisasi.

Ia mencontohkan, sejumlah kota di luar Pulau Jawa yang dapat dikembangkan oleh pemerintah, seperti Kota Padang, Medan, dan Palembang. Selain itu, ada Kalimantan terdapat Kota Balikpapan, Pontianak, dan Banjarmasin yang berpotensi untuk menjadi pusat ekonomi.

Untuk Pulau Sulawesi, terdapat Kota Makassar, Manado, dan Kendari yang dapat menjadi pusat pembangunan. Bahkan di Pulau Papua, Kota Jayapura, Merauke, dan Sorong dapat dikembangkan lebih baik lagi. "Sehingga warga di ketiga provinsi itu merasakan tidak perlu lagi berurbanisasi ke Jakarta karena semua sudah ada di masing-masing provinsi," ujar Nirwono.

Nirwono menyebut, Jakarta sesungguhnya masih sanggup untuk menjadi ibu kota Indonesia. Asalkan, permasalahan banjir, macet, dan urbanisasi dapat segera dibenahi oleh pemerintah pusat dan Pemrov DKI.

"Dengan demikian jika hal itu menjadi alasan utama pemindahan ibu kota, hal tersebut menjadi tidak relevan. Sehingga jika itu dilakukan ya, artinya Jakarta masih bisa dibenahi ke depannya," ujar Nirwono.

Sebelumnya, dalam rapat terbatas di Kantor Presiden Jakarta, Senin (29/4), syarat-syarat untuk lokasi baru ibu kota pemerintahan Indonesia telah disepakati. Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, sedikitnya ada 10 syarat bagi suatu daerah untuk menjadi lokasi baru ibu kota Indonesia.

JK menjelaskan, syarat-syarat tersebut antara lain letaknya harus strategis berada di tengah daripada Indonesia, penduduknya harus mempunyai tingkat toleransi baik, memiliki risiko kecil terhadap bencana alam dan daerah tersebut harus memiliki sedikitnya 60 ribu hektare lahan kosong.

"Belum diputuskan di mananya, karena ada syaratnya lagi, ada 10 syaratnya: harus strategis letaknya di tengah daripada Indonesia, harus penduduknya mempunyai toleransi yang baik, harus bersifat nasional. Ini butuh riset yang betul dan pemilihan yang betul dan adil," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement