REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pengamat komunikasi politik asal Universitas Airlangga Surabaya Suko Widodo menilai rencana pemindahan Ibu Kota dari Jakarta bukan merupakan persoalan yang mendesak. Menurut dia, hal yang penting sekarang ini, yakni mendorong daerah lain untuk maju.
Menurut dia, salah satu upaya untuk memajukannya, antara lain, diberikan anggaran memadai dan tidak semua anggaran negara dikelola di Jakarta. Dengan demikian, ia mengatakan, tidak muncul persoalan disparitas pembangunan.
Misalnya, Kementerian Kehutanan bisa membuka, seperti kantor aktivitas di Kalimantan atau Kantor Kementerian Budaya dan Pariwisata membuat aktivitas di daerah utama, seperti Bali atau Yogyakarta. "Jadi, yang diperlukan sekarang kebijakan pembangunan kementerian dibawa ke daerah sehingga daerah kebagian kue pembangunan," ucap dosen FISIP Unair tersebut kepada wartawan di Surabaya, Selasa (30/4).
Kalau semua urusan dikelola dari Jakarta, lanjut dia, daerah lain tidak akan pernah bisa berkembang. "Sekali lagi, ini bukan salahnya Jakarta jadi ibu kota, melainkan pengelolaan yang berbagi dengan daerah yang belum jalan," katanya.
Menurut Sukowi, sapaan akrabnya, sebenarnya wacana tersebut sudah lama. Bahkan, ia mengatakan, presiden pertama RI Bung Karno juga pernah melontarkan ide tersebut, kemudian pada tahun 1980-an juga pernah dibahas.
Selain itu, kepala Pusat Informasi dan Humas Unair tersebut juga berpendapat pemindahan Ibu Kota akan membawa banyak konsekuensi. Misalnya, berbiaya banyak, membutuhkan dana membangunan infrastruktur, serta waktu yang tidak singkat.
Sebelumnya, pada hari Senin (29/4), Presiden telah memimpin rapat bertopik "Tindak Lanjut Rencana Pemindahan Ibu Kota". Dalam rapat itu, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro memaparkan kajian Bappenas mengenai pemindahan Ibu Kota pemerintahan dengan tiga opsi, lalu Jokowi memilih memindahkan Ibu Kota ke luar Pulau Jawa.