Selasa 30 Apr 2019 18:30 WIB

Pemerintah Siapkan 2 Skenario untuk PNS Saat Ibu Kota Pindah

Rencana pemindahan ibu kota menjadi bagian rencana pembangunan periode selanjutnya.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Ani Nursalikah
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro (kiri) bersiap memberikan keterangan kepada pers mengenai pembahasan rencana pemindahan ibukota negara di Jakarta, Selasa (30/4/2019).
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro (kiri) bersiap memberikan keterangan kepada pers mengenai pembahasan rencana pemindahan ibukota negara di Jakarta, Selasa (30/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Bambang Brodjonegoro menjelaskan, ada dua skenario untuk pegawai negeri sipil (PNS) yang bekerja di tingkat pusat saat pemindahan ibu kota terealisasi. Skenario tersebut dengan right sizing (pendekatan untuk mengurangi staf di mana jabatan-jabatan diurutkan menurut prioritas) atau tidak.

Jumlah PNS yang dipindahkan pada skenario pertama adalah 195.550 orang. Dengan begitu, Bambang menyebutkan, total jumlah penduduk ibu kota akan menjadi 1,5 juta orang termasuk keluarga, perangkat pendukung, dan pelaku ekonomi.

Baca Juga

Sedangkan, dalam skenario kedua dengan right sizing, PNS yang dipindahkan adalah 111.510 orang. "Secara total, jumlah penduduk hanya akan mencapai 870 ribu orang," ujarnya dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (30/4).

Menurut Bambang, jumlah PNS yang akan dipindahkan berkorelasi dengan keperluan luas lahan. Dengan kondisi saat ini, lahan yang dibutuhkan mencapai 40 ribu hektare (ha). Sementara, dengan melakukan right sizing jumlah PNS, diperlukan lahan seluas 30 ribu ha.

Dua skenario tersebut menghasilkan estimasi kebutuhan biaya berbeda. Bambang menjelaskan, skenario pertama membutuhkan biaya sebesar Rp 466 triliun. "Skenario kedua membutuhkan Rp 323 triliun," katanya.

Bambang menambahkan, rencana pemindahan ibu kota ini akan menjadi bagian dalam rencana pembangunan periode selanjutnya. Oleh karena itu, dibutuhkan komitmen kuat, partisipasi seluruh pemangku kepentingan serta kelembagaan megaproyek yang kohesif dan solid.

Dalam rencana pemindahan ibu kota negara, pemerintah memiliki tiga opsi. Pertama, menetapkan distrik pemerintahan tetap di Jakarta dan kawasan khusus pemerintahan di sekitar Istana Negara, Jakarta. Kedua, memindahkan ibu kota ke wilayah dekat Jakarta dengan jarak 50 sampai 70 kilometer.

Opsi ketiga, memindahkan ibu kota ke luar Jawa. Pilihan ini pernah dilakukan sejumlah negara seperti Brasil, Korea, Australia, dan Amerika Serikat. Dalam Rapat Terbatas Kabinet yang dilakukan pada Senin (29/4), Presiden Joko Widodo memutuskan melakukan opsi ketiga.

Bambang menjelaskan, pemindahan ibu kota harus dilakukan dengan berbagai pertimbangan, di antaranya jumlah penduduk Jakarta yang sudah terlalu padat. Dari data Bappenas, penduduk dengan KTP Jakarta mencapai 10,2 juta orang.

Dengan jumlah tersebut, Bambang menilai, banyak memicu permasalahan. Misalnya, rasio jalan yang terbatas, yakni 6,2 persen dari luas wilayah. "Idealnya, butuh 15 persen dari luas wilayah," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement