Selasa 30 Apr 2019 06:35 WIB

Pakar Hukum Ingatkan Ancaman Pidana Terkait People Power

People power mengarah pada revolusi kekuasaan adalah langkah inkonstitusional.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Andri Saubani
lndriyanto Seno Adji
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
lndriyanto Seno Adji

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana Indriyanto Seno Adji mengingatkan sejumlah pihak agar berhati-hati melontarkan pernyataan terutama terkait upaya delegitimasi penyelenggara pemilu lewat upaya people power. Sebab, Dia mengayakan, pernyataan-pernyataan itu memiliki implikasi hukum.

"Apalagi bila perbuatan dan gerakan itu mengarah pada revolusi kekuasaan yang sah adalah langkah inkonstitusional  yang melanggar KUHP," kata Indriyanto dalam keterangan tertulis, Senin (24/4).

Baca Juga

Indriyanto menyarankan sebaiknya semua pihak peserta pemilu untuk lebih menahan diri dan dilakukan sesuai tahapan regulasi perundangan pemilu dan kepatuhan UU lainnya yang terkait. Dia mengatakan, keberatan atas dugaan kecurangan atau kekurangan terhadap metode perhitungan quick count maupun real count harus disalurkan melalui mekanisme hukum dan tetap berbasis due process of law. Mantan komisioner KPK itu menjelaslan, keberatan-keberatan dapat diajukan secara hukum melalui Bawaslu, bila terkait proses penyelenggaraan pemilu, Mahkamah Konstitusi, bila ada perselisihan hasil suara, ataupun melalui DKPP bila ada dugaan pelanggaran etik dari penyelengara pemilu.

Pernyataan-pernyataan soal people power di media sosial, katanya, juga memiliki dampak hukum. Dia mengatakan, pelontaran wacana people power yang dilakukan melalui elektronik yang berisi konten ancaman kekerasan terhadap kelembagaan negara formal dan isu SARA jelas melanggar UU ITE.

Indriyanto menyarankan agar semua pihak menunggu hasil penghitungan resmi KPU dan tidak melontarkan pernyataan yang memperkeruh situasi. "Apapun hasil resmi Real Count KPU 22 Mei 2019 haruslah dimaknai secara bijak bagi semua pihak, demi kepentingan yangg lebih luas yaitu Keutuhan NKRI, Pancasila san UUD 1945," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement