REPUBLIKA.CO.ID, JAMBI -- Badan Restorasi Gambut (BRG) telah melakukan kegiatan restorasi gambut di Provinsi Jambi seluas 77.528 hektare pada areal ekosistem gambut rusak. BRG melakukan kegiatan tersebut bersama pemerintah daerah serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan pihak lain hingga Desember 2018.
Deputi Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRG, Myrna A Safitri, mengatakan BRG dan Pemerintah Daerah Jambi terus melakukan upaya aktif restorasi ekosistem gambut. Upaya tersebut melalui kegiatan pembasahan kembali (rewetting), revegelasi, revitalisasi sosial-ekonomi masyarakat, dan program desa peduli gambut.
Hingga tahun 2018, BRG telah melakukan pembasahan pada 77.528 hektare areal gambut yang rusak di Jambi. Hal itu terungkap dari diskusi BRG bersama media di Jambi yang membasah ekosistem gambut merupakan upaya awal pencegahan kebakaran.
"Kendati demikian, kita perlu tetap waspada karena kebakaran masih berpotensi terjadi. Kerusakan gambut yang sangat parah memerlukan waktu panjang untuk pemulihan karena gambut belum sepenuhnya kemball pada kondisi semula," kata Myrna di Jambi, Senin (29/4).
Upaya restorasi gambut BRG juga menargetkan wilayah konsesi perkebunan yang diolah oleh pemilik wilayah konsesi dan wilayah hutan produksi. Tanggung jawab restorasi wilayah-wilayah itu sebenarnya dibebankan kepada pemerintah daerah.
Peran BRG adalah mensupervisi konstruksi, operasi, dan pemeliharaan infrastruktur agar upaya restorasi dilaksanakan dengan optimal. Di Jambi luas areal target supervisi pada konsesi perkebunan adalah 38.954 hektare dan pada area kehutanan 43.656 hektare dan pelaksanaan supervisi BRG telah menjangkau 11.950 hektare dan akan terus berlanjut.
BRG bersama Pemda dan mitra LSM juga telah membangun Infrastruktur Pembasahan Gambut (PIPG) sejak 2016. Hingga 2018, telah dilaksanakan intervensi pembasahan gambut oleh BRG sebanyak 437 unit sekat kanal, 294 unit sumur bor, 125 hektare lahan yang berhasil direvegetasi, dan 42 kelompok masyarakat yang telah mendapatkan bantuan revitalisasi sosial ekonomi masyarakat.
Untuk memantau kinerja intervensi PIPG yang telah dibangun, BRG bersama mitra telah memasang 13 unit teknologi pemantauan tinggi muka air (TMA) di lahan gambut secara realtime melalul Sistem Pemantauan Air Lahan Gambut (SIPALAGA) di Jambi. Myrna mengatakan BRG terus melakukan kegiatan-kegiatan penyiapan dan pemberdayaan masyarakat sekitar gambut melalul Program Desa Peduli Gambut (DPG).
Untuk Provinsi Jambi, program DPG pada 2017-2018 dilakukan BRG bersama para mitra pada 28 desa/kelurahan yang berada di Kabupaten Tanjunggabung Barat, Tanjungjabung Timur dan Kabupaten Muarojambi. "Program DPG berkontribusi pada peningkatan status kemajuan desa dan DPG diharapkan dapat menjadi salah satu cara agar upaya restorasi gambut berkelanjutan," kata Myrna.
Deputi Bidang Perencanaan dan Kerjasama Badan Restorasi Gambut Budi Wardhana mengatakan, titik panas atau hotspot di area target restorasi gambut BRG di Jambi berkurang dari 1.056 titik pada tahun 2015 menjadi 43 titik di tahun 2018. PIPG yang dibangun oleh BRG bersama dengan mitra berhasil menurunkan titik panas secara signifikan di area sekitar lokasi PPG.
Jika berada pada radius 0-1 kilometer dari PIPG, rata-rata hanya ada 2,4 persen hotspot. Semakin jauh dari PPG, hotspot bertambah. Misalnya pada jarak 1-2 kilometer ditemukan 5,6 persen hotspot dan pada jarak lebih dari 2 kilometer ada 92 persen hotspot.
Sedangkan kelompok Ahli Badan Restorasi Gambut, Asmadi Saad, mengatakan, potensi ekosistem gambut di Jambi sangat besar. Selain untuk menyimpan cadangan karbon dan membantu menyelamatkan bumi dari ancaman pemanasan global, gambut dapat memajukan perekonomian masyarakat apabila dikelola dengan baik.
"Hasil pertanian di lahan gambut, termasuk yang di daerah Jambi dapat dijadikan sebuah komoditas pangan ramah lingkungan menggunakan teknik pengelolaan tanpa bakar dan hasil pangan diolah dan dipasarkan dengan baik," kata Asmadi.