REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bencana banjir dan longsor di Bengkulu akibatkan sedikitnya 17 jiwa meninggal dunia. Korban paling banyak berasal dari Kabupaten Bengkulu Tengah.
"Hingga Ahad (28/4) pukul 19.00 WIB, tercatat 17 jiwa meninggal dunia, sembilan orang hilang, dua orang luka berat, dan dua orang luka ringan," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Ahad (28/4) malam.
Sutopo melanjutkan, sebaran dari 17 orang meninggal dunia terdapat di Kabupaten Bengkulu Tengah 11 orang, Kota Bengkulu tiga orang, dan Kabupaten Kepahiang tiga orang. Selain itu sebanyak 12 ribu orang mengungsi yang tersebar di banyak tempat dan 13.000 orang terdampak bencana. Tak hanya manusia, jumlah ternak yang mati sebanyak 106 ekor sapi, 102 ekor kambing/domba dan empat ekor kerbau. Sedangkan kerusakan fisik meliputi 184 rumah rusak, tujuh fasilitas pendidikan, dan 40 titik sarana prasarana infrastruktur.
"Untuk membantu operasional penanganan darurat, Kepala BNPB Doni Monardo telah menyerahkan bantuan dana siap pakai sebesar Rp 2,25 miliar kepada Gubernur Bengkulu," katanya.
Selanjutnya dana siap pakai tersebut akan diberikan kepada BPBD kabupaten/kota sesuai tingkat kerusakan akibat bencana. Sementara itu, Kepala BNPB Doni Monardo setiba di Bengkulu langsung menggelar rapat dengan Gubernur Bengkulu terkait dampak dan penanganan bencana. Kepala BNPB telah memerintahkan kepada Deputi Penanganan Darurat BNPB dan Deputi Logistik Peralatan BNPB untuk segera memenuhi kebutuhan darurat yang diperlukan. Kepala BNPB juga memberikan beberapa arahan kepada jajaran BPBD dan SKPD. Ia menerangkan bencana hidrometeorologi terus meningkat.
"Dampak ekonomi yang ditimbulkan juga cukup besar sehingga mengganggu pertumbuhan pembangunan. Selain faktor alam yaitu intensitas curah hujan yang meningkat, faktor antropogenik yaitu ulah tangan manusia yang merusak alam dan lingkungan lebih dominan menyebabkan bencana hidrometeorologi meningkat," ujarnya.
Ia menambahkan, deforestasi, degradasi hutan dan lingkungan, berkurangnya kawasan resapan air, lahan kritis, tingginya kerentanan, tata ruang yang tidak mengindahkan peta rawan bencana dan lainnya telah menyebabkan makin rentannya daerah-daerah terhadap banjir. Karena itu ia meminta semua pihak harus memulihkan alam.
Adapun kendala yang dihadapi dalam penanganan darurat saat ini adalah sulitnya untuk menjangkau ke lokasi titik-titik banjir dan longsor dikarenakan seluruh akses ke lokasi kejadian terputus total. Selain itu, koordinasi dan komunikasi ke Kabupaten/ Kota cukup sulit dilakukan karena aliran listrik banyak yang terputus.
Pendistribusian logistik terhambat karena akses jalan banyak yang terputus karena banjir dan longsor. Titik lokasi bencana banjir dan longsor sangat banyak sedangkan jarak antar titik banjir dan longsor berjauhan, sehingga menyulitkan untuk mencapai semua lokasi. Terbatasnya dana/anggaran yang memadai sehingga menyulitkan operasional penanganan bencana.
Ada pun kebutuhan mendesak saat ini adalah tenda pengungsian, perahu karet, selimut, makanan siap saji, air bersih, family kid, peralatan bayi, lampu emergency, peralatan rumah tangga untuk membersihkan lumpur dan lingkungan, sanitasi, dan jembatan baley. Hingga kini, Doni menyebut BPBD masih melakukan pendataan dampak bencana dan penanganan bencana.
"Masyarakat dihimbau untuk tetap meningkatkan kewaspadaan mengingat potensi hujan berintensitas tinggi masih dapat berpotensi terjadi di wilayah Indonesia," ujarnya.