Kamis 25 Apr 2019 21:43 WIB

Terima Suap, Hakim Tipikor Merry Purba Dituntut 9 Tahun

Merry juga dituntut membayar denda Rp 350 juta subsider 3 bulan kurungan

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Esthi Maharani
Tuntutan Merry Purba. Terdakwa kasus suap PN Medan Merry Purba usai menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (25/4/2019).
Foto: Republika/ Wihdan
Tuntutan Merry Purba. Terdakwa kasus suap PN Medan Merry Purba usai menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (25/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Majelis Hakim menghukum Hakim adhoc pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan, Merry Purba 9 tahun penjara. Merry juga dituntut membayar denda Rp 350 juta subsider 3 bulan kurungan. Selain itu, jaksa juga menuntut Merry membayar uang pengganti 150.000 dollar Singapura.

"Kami menuntut supaya majelis hakim menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama," ujar jaksa KPK Haerudin di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (25/4).

Dalam tuntutan Jaksa, Merry terbukti menerima suap 150.000 dollar Singapura. Uang tersebut diberikan oleh pengusaha Tamin Sukardi  melalui panitera pengganti pada Pengadilan Tipikor Medan, Helpandi. Menurut jaksa, Helpandi seluruhnya menerima 280.000 dollar Singapura.

Pemberian uang tersebut diduga untuk memengaruhi putusan hakim dalam perkara korupsi yang sedang ditangani Merry dan anggota majelis hakim lainnya. Perkara tersebut yakni dugaan korupsi terkait pengalihan tanah negara atau milik PTPN II Tanjung Morawa di Pasar IV Desa Helvetia, di Deli Serdang, Sumatera Utara.

Adapun dalam pertimbangannya, Jaksa menilai hal yang memberatkan  perbuatan Merry dapat menurunkan wibawa peradilan dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum dan lembaga peradilan.  Selain itu, Merry dianggap tidak memenuhi kewajiban hakim dengan sebaiknya dalam mengadili perkara. Merry juga tidak mencegah panitera menerima uang.

Kemudian, Merry dianggap telah menyalahgunakan wewenang sebagai hakim. Selain itu, Merry tidak mengakui secara terus terang dan tidak menyesali perbuatan. Sementara hal yang meringankan dalam pertimbangan Jaksa ialah Merry belum pernah dihukum.

Usai mendengar tuntutan Jaksa, Merry menyatakan akan membuat pleidoi atau nota pembelaan. "Saya akan membuat pleidoi sendiri," ucap Merry.

Merry dinilai melanggar Pasal 12 huruf c jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement