REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR Bambang Soesatyo mendorong fraksi-fraksi di DPR RI mengembalikan sistem Pemilu terpisah antara eksekutif yakni Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dengan Pemilihan Legislatif (Pileg) baik DPR, DPD maupun DPRD.
Menurut Bambang, fraksi yang merupakan kepanjangan tangan partai politik di DPR dapat memaksimalkan perannya untuk membuat sistem Pemilu yang murah, efisien dan tidak rumit. Hal ini disampaikan Bamsoet, sapaan akrabnya, terkait desakan perlu adanya evaluasi pelaksanaan Pemilu 2019.
"Saya mendorong fraksi-fraksi yang ada di DPR RI sebagai perpanjangan tangan partai politik untuk mengembalikan sistem pemilu yang terpisah antara eksekutif (Pilpres dan pilkada) dan Pileg (DPR RI, DPD dan DPRD) seperti pemilu lalu," ujar Bamsoet dalam keterangan tertulisnya, Kamis (25/4).
Bamsoet menilai, pemisahan Pemilu dapat dimodifikasi dengan Pilpres dilaksanakan bersama dengan Pilkada serentak. Sementara Pileg dilaksanakan terpisah.
"Jadi dalam lima tahun hanya ada dua agenda pemilu/pilkada," ujar Bamsoet.
Bamsoet menilai perlunya evaluasi terhadap pelaksanaan Pemilu 2019 termasuk mengkaji Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Hal ini karena Pemilu 2019 dinilai memiliki tingkat kerumitan tinggi dan banyak memakan korban petugas KPPS yang kelelahan.
"Perlunya segera diterapkan sistem pemilu yang murah, efisien dan tidak rumit serta tidak memakan banyak korban, baik terhadap penyelenggara pemilu, pengawas maupun pihak keamanan," ujarnya.
Selain itu, ia juga merespon usulan penggunaaan perhitungan secara elektronik atau e-counting dalam Pemilu mendatang. Menurutnya, e-counting dapat dipertimbangkan berdasarkan hasil evaluasi Pemilu untuk menciptakan sistem Pemilu murah, efisien dan tidak rumit. Namun, ia juga menilai pemilihan suara dengan elektronik atau e-voting juga perlu dipertimbangkan.
"Bukan hanya sekedar e-counting. Tapi e-voting yang bisa dimulai pada Pilkada serentak mendatang, karena dapat menghemat tenaga dan biaya hingga triliunan rupiah," kata Bamsoet.
Ia beralasan, biaya dapat ditekan karena tidak diperlukannya lagi kotak suara, surat suara, tinta, bilik suara, petugas, saksi maupun pengawas TPS yang jumlah hingga jutaan.
"Serta lebih mempermudah dan mempercepat proses penghitungan suara sehingga bisa meminimalisasi jatuhnya korban," katanya.