Kamis 25 Apr 2019 08:59 WIB

Mahfud: KPU akan Terus Diserang Sampai 23 Mei

Mahfud mengatakan masyarakat harus tenang, jangan sampai pemilu ini dirusak hoaks.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Ratna Puspita
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman (kedua kiri) menyambut kedatangan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD (kedua kanan) di kantor KPU, Jakarta, Rabu (24/4/2019).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman (kedua kiri) menyambut kedatangan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD (kedua kanan) di kantor KPU, Jakarta, Rabu (24/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, memperkirakan berbagai serangan dan tudingan kepada KPU akan terus terjadi hingga 23 Mei mendatang. Setelah itu, berbagai serangan akan ditujukan kepada Mahkamah Konstitusi (MK). 

"Ritualnya itu, KPU diserang terus sampai nanti 23 Mei. Kemudian serangan akan berbalik tadinya ke KPU jadi ke MK. Gitu aja ritualnya lihat saja nanti," ujar Mahfud kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (24/4).

Baca Juga

Serangan kepada MK, kata dia, hampir sama dengan serangan kepada KPU. Misalnya, hakim MK disuap atau berpihak kepada salah satu kandidat.

Berdasarkan pengalamannya bertahun-tahun, Mahfud menyebut kondisi itu merupakan suatu ritual politik. Ia menambahkan tudingan-tudingan tersebut sebagai bagian dari demokrasi.

"Demokrasi memang harus ada biayanya, kalau mau praktis, ya, tidak usah menyelenggarakan demokrasi. Pakai kerajaan aja selesai semua ngga usah pakai pemilu. Kalau diganggu dengan tudingan tersebut, ya, biasa namanya juga demokrasi. Tudingan selalu ada," tegasnya. 

Sebelumnya, Mahfud menegaskan, KPU tidak mungkin melakukan kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif dalam proses pemilu 2019. Hal ini disampaikan Mahfud MD setelah melakukan pengecekan langsung ke KPU khususnya dalam memasukan salinan C1 ke situng KPU.

"Setelah kami datang, kami menemukan, tak mungkin (KPU) kalau mau ada rekayasa terstruktur," ujar Mahfud.

Mahfud menjelaskan kesimpulan tersebut karena persentase kesalahan entry data salinan C1 tidak besar. Ia mencontohkan data C1 yang masuk hingga Rabu, pukul 17.15 WIB, kesalahan data hanya pada 101 data C1 dari 214.366 data C1 yang masuk ke Situng KPU.

Jika dipersentasikan maka jumlah kesalahannya hanya 0,0004 persen atau terjadi satu kesalahan dalam setiap entry 2.500 data C1. "Dari situ menjadi tak mungkin kalau mau ada rekayasa terstruktur. Kalau terstruktur mestinya berpersen-persen. Enggak mungkin ada kesengajaan," kata dia.

Apalagi, kata Mahfud, dari 101 kesalahan entry data C1, terdapat 24 yang merupakan laporan masyarakat dan 77 merupakan temuan KPU. Artinya, KPU melakukan koreksi terhadap semua kesalahan tersebut.

"Dikoreksi sendiri karena ditemukan sendiri di mana masyarakat tidak tahu kebenaranya," kata dia.

Tak hanya itu, Mahfud mengatakan, 101 kesalahan entry data C1 tidak hanya menguntungkan salah satu paslon dan merugikan paslon lain. Menurut dia, kesalahan tersebut sama-sama menguntungkan dan merugikan kedua paslon.

"Tak mungkin juga ada pemalsuan-pemalsuan yang bisa lolos karena form C1 banyak, paslon punya, KPU punya, saksi punya. Kalau ada yang palsu, semua pasti ketahuan. Jadi, jangan ribut seakan-akan KPU sudah lakukan rekayasa TSM," tutur dia.

Mahfud juga mengaku dirinya sudah melihat langsung server pengelolaan data C1 yang berada di KPU. Menurut dia, tidak benar jika server berada di Singapura dan dioperasikan oleh orang asing.

"Kami tadi melihat sendiri bahwa server pengolahan data itu ada di sini (KPU). Bohong kalau dibilang itu ada di Singapura. Orangnya juga Indonesia semua, enggak ada bule, asingnya. Karena itu masyarakat harus tenang, jangan sampai pemilu ini dirusak hoaks," pungkas Mahfud. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement