Rabu 17 Apr 2019 19:02 WIB

Bawaslu: Logistik dan Hak Pilih Jadi Persoalan Pemilu 2019

Banyak TPS terlambat buka karena kekurangan logistik pemilu.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Friska Yolanda
Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Mochammad Afifuddin, seusai meninjau sejumlah TPS di Tangerang Selatan, Rabu (17/4).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Mochammad Afifuddin, seusai meninjau sejumlah TPS di Tangerang Selatan, Rabu (17/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menyebut ada dua hal yang menjadi pokok permasalahan dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, yaitu logistik dan terkait hak pilih masyarakat. Bawaslu pun mengimbau kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tak abai terkait logistik dan hak pilih masyarakat. 

Anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin, mengatakan, kurangnya surat suara menjadi salah satu alasan banyaknya tempat pemungutan suara (TPS) dibuka tidak tepat waktu. Hal tersebut membuat waktu untuk memilih warga menjadi lebih sedikit dari yang seharusnya dijadwalkan.

Baca Juga

"Ada TPS-TPS yang pembukaannya di atas pukul 07.00, tapi kemudian karena logistik kurang dan beberapa lainnya, itu ditunda atau tidak dibuka pukul 07.00," ujar Afifuddin di kantor Bawaslu, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (17/4).

Ia mencontohkan, TPS di Jawa, Sumatra, dan Kalimantan banyak yang mengalami persoalan tersebut. Penyelenggaraan pemilu di wilayah-wilayah tersebut pun menjadi menjadi terganggu.

"Yang paling banyak membuat orang ramai adalah ketersediaan surat suara dan logistik, yang membuat TPS itu ditunda pembukaannya," ujar Afifuddin.

Masalah logistik juga membuat banyak TPS di sejumlah wilayah terpaksa melakukan pemungutan suara ulang atau susulan. Ini disebabkan oleh kurangnya surat suara atau logistik yang belum sampai ke lokasi atau rusak.

"Pemilu ini adalah memastikan hal-hal teknis terpenuhi maupun kecil dan besar, kalau yang kecil kita perhatikan ini menjaga kita," ujar Afifuddin.

Permasalahan kedua yang paling banyak terjadi adalah persoalan hak pilih. Bawaslu menemui masalah tersebut dikeluhkan warga, yang sebenarnya telah masuk ke dalam daftar pemilih tetap (DPT).

Namun, orang-orang tersebut mengaku tak menerima formulir C6 sehingga mereka dipaksa menunggu oleh kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) yang bertugas di TPS.

"Padahal harusnya dia bisa menggunakan (hak pilihnya), asalkan bisa menunjukkan identitas diri, karena sudah masuk ke dalam DPT," ujar Afifuddin.

Bawaslu menilai, Komisi Pemilihan Umum (KPU) seolah abai dengan kedua persoalan tersebut. Padahal, sudah sejak lama KPU diingatkan terkait masalah logistik dan hak pilih sebelum Pemilu 2019.

"Ini benar menujukkan ada hal teknis yang kemudian tidak diberikan perhatian oleh teman-teman penyelenggara, dalam hal ini seperti logistik dan soal hak pilih masyarakat oleh KPU," 

Bawaslu pun mengimbau kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tak abai terkait logistik dan hak pilih masyarakat. Ia berharap kedua masalah tersebut dapat terselesaikan demi terselenggaranya pemilu yang lebih baik di masa depan.

"Tertib prosedur itu penting demi menjaga kepercayaan publik pada penyelenggara dan proses pemilu," ujar Afifuddin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement