Kamis 11 Apr 2019 22:04 WIB

Isak Tangis Iringi Serah Terima Korban Abu Sayyaf

Serah terima korban sandera Abu Sayyaf dilakukan pemerintah kepada keluarga.

Rep: Rizky Jaramaya / Red: Nashih Nashrullah
WNI yang sempat disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina Selatan, Heri Ardiansyah (tengah) berpelukan dengan kerabatnya saat penyerah terimaan di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Kamis (11/4/2019).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
WNI yang sempat disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina Selatan, Heri Ardiansyah (tengah) berpelukan dengan kerabatnya saat penyerah terimaan di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Kamis (11/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah Indonesia menyerahkan dua warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi sandera kelompok bersenjata Abu Sayyaf di Filipina selatan. Dua WNI tersebut yakni Heri Ardiansyah (18 tahun), dan Hariadin (45).  

Isak tangis keluarga pecah ketika Heri memasuki ruangan. Heri yang mengenakan kemeja putih dan celana panjang berwarna hitam langsung dipeluk oleh keluarga yang telah menantinya. Keluarganya langsung memeluknya erat Heri, seolah mereka tidak mau lagi kehilangan lagi.  

Baca Juga

Di sisi lain keluarga Hariadin juga turut terisak melihat pertemuan tersebut. Namun, mereka harus mengikhlaskan karena Hariadin kembali kepada keluarga dalam keadaan tak bernyawa.  

Pada Jumat (5/4), sekitar pukul 18.00, Hariadin yang disandera kelompok bersenjata di Filipina Selatan meninggal dunia di perairan Pulau Simisa, Provinsi Sulu, Filipina Selatan. Hariadin meninggal  akibat tenggelam di laut setelah terbebas dari penyanderaan.  

Hariadin bersama sandera lainnya Heri berusaha berenang ke Pulau Bangalao guna menghindari terkena serangan angkatan bersenjata Filipina. Sementara itu, Heri dapat diselamatkan.  

Pihak keluarga berterimakasih kepada Pemerintah Indonesia atas upaya pembebasan tersebut. Perwakilan dari keluarga Heri, Kamila mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu pembebasannya. 

"Terimakasih terutama kepada pemerintah, Presiden Jokowi, Kementerian Luar Negeri, dan para pihak yang telah menbantu dalam upaya pembebasan Heri. Terima kasih juga untuk Kedubes RI di Flipina, Pemerintah Filipina dan semua pihak yang udah membebaskan Heri," ujar Kamila. 

Sementara itu, perwakilan kekuarga Hariadin, Saharuddin juga mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Indonesia karena telah mengembalikan jenazahnya. Keluarga telah ikhlas dengan kepergian Hariadin tersebut.  

"Saya dan keluarga mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Indonesia yang telah mengembalikan adik kami. Kami sudah mengikhlaskan kepergian adik tercinta," kata Saharuddin yang merupakan kakak dari Hariadin.   

Pemerintah Indonesia menyampaikan ungkapan duka cita  yang mendalam kepada keluarga almarhum Hariadin. Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyebut Hariadin sebagai seorang mujahid karena meninggal dunia ketika sedang mencari nafkah untuk keluarganya. Hariadin diketahui meninggalkan seorang istri dan tiga orang anak.   

"Saya berkeyakinan sebagai seorang Muslim almarhum meninggal sebagai mujahid, karena almarhum disandera saat berjihad mencari nafkah untuk keluarga," ujar Retno.    

Heri Ardiansyah dan jenazah Hariadin tiba di Pangkalan Militer Westmincom di Zamboanga City untuk diserahterimakan kepada wakil Pemerintah Indonesia, pada Sabtu (6/4). Selanjutnya Pemerintah Indonesia melakulan proses pemulangan pada kesempatan pertama. 

Sejak akhir Februari 2019, Divisi 11 Angkatan Bersenjata Filipina yang didukung Tim BAIS TNI malakukan operasi pembebasan sandera dan terus memberikan tekanan kepada para penyandera. Dalam perkembangan terakhir, para penyandera terdesak di Pulau Simisa, Provinsi Sulu, Filipina Selatan.  

Heri Ardiansyah dan Hariadin diculik bersama seorang warga negara Malaysia, Jari Abdullah di Perairan Kinabatangan, Sandakan, Malaysia pada 5 Desember 2018. Ketiganya diculik kelompok bersenjata di Flipina Selatan saat sedang bekerja di kapal penangkap ikan SN259/4/AF. 

Pada 5 Desember 2019, dua orang ABK WNI bersama satu orang warga negara Malaysia telah menjadi korban penculikan kelompok bersenjata pada saat bekerja pada kapal ikan SN259/4/AF berbendera Malaysia di perairan Kinabatangan, Sandakan, Malaysia. Sejak 2016, sebanyak  36 WNI disandera oleh kelompok bersenjata di Filipina Selatan. Dari jumlah tersebut  seluruhnya berhasil  dibebaskan, namun 1 orang sandera WNI meninggal dalam proses pembebasan. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement