REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesian Corruption Watch (ICW) merangkum ada 115 pegiat anti korupsi yang mengalami kekerasan fisik maupun ancaman. Rangkuman itu didasari dari data sejak 1996-2019.
Dari latar belakang profesi, pegiat anti korupsi terbagi dalam 16 kategori. Yang terbanyak ialah aktivis (49 orang), masyarakat (16 kasus) dan Aparatur Sipil Negara (10 kasus). Kategori lainnya seperti jurnalis, anggota DPRD, dosen.
"Aktor yang paling rentan dikriminalisasi ataupun diserang secara fisik yaitu aktivis. Sementara masyarakat jadi terbanyak kedua, perannya sebagai whistleblower bila ada indikasi korupsi," kata Divisi Investigasi ICW Wana Alamsyah dalam konferensi pers di Jakarta pada Rabu, (10/4).
Bahkan, pegawai dan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun tak lolos dari kekerasan dan ancaman. Kasus yang pernah terjadi diantaranya penyiraman air keras pada Novel Baswedan, teror bom di kediaman Agus Rahardjo dan pelemparan bom di rumah Laode M Syarif.
"Peristiwa ini perlu mendapat perhatian bersama, ini tidak bisa dipandang kasuistis serangan terhadap individu, karena jumlahnya banyak serta menyasar pimpinan KPK," ujarnya.
Atas dasar itu, Wana menilai negara belum mampu melindungi penyelenggara negara yang menjalankan perintah memberantas korupsi. Menurutnya, kasus penyerangan pada pegawai atau Komisioner KPK mestinya masuk kategori obstruction of justice.
"Celakanya, mekanisme untuk memproses perkara ini belum dimaksimalkan oleh KPK," ucapnya.
Diketahui, ICW melakukan pemantauan dari data yang bersumber pada media massa dalam rentang waktu 1996-2019. Lalu informasi yang dihimpun diklasifikasikan berdasarkan latar belakang korban kriminalisasi, latar belakang pelapor dan klasifikasi ancaman.