REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penataan trotoar di sejumlah titik DKI Jakarta akan dimulai pada 2019 ini. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menyiapkan anggaran sebesar Rp 175 miliar untuk menata area jalur pedestrian atau pejalan kaki. Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho mengatakan, pada tahap awal pihaknya akan menata kawasan Kemang dan Satrio Kasablanka, Jakarta Selatan, agar ramah bagi pejalan kaki.
Untuk wilayah Kemang, kawasan tersebut akan ditata menjadi pusat hiburan dan jasa atau disebut dengan complex street. Ia menerangkan, total pembangunan trotoar di Kemang sepanjang 7,5 kilometer.
Dinas Bina Marga juga akan melebarkan trotoar sekitar tiga meter dari yang sebelumnya hanya satu sampai 1,5 meter. Sementara, untuk wilayah Jalan Satrio atau Kasablanka sepanjang 6,5 kilometer.
"Itu complex street panjangnya 3,7 x 2 hampir 7,5 kilometerlah. Trotoarnya sepanjang tiga meteran bisa. Sebelumnya di situ kecil, hanya 1-1,5 meter doang," kata Hari di gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Senin (8/4).
Selain Kemang dan Jalan Satrio, Dinas Bina Marga juga akan menata trotoar di Jakarta Pusat dengan anggaran mencapai Rp 75 milliar. Trotoar yang akan ditata di Jakarta Pusat terletak di Senen, Kramat Salemba, Cikini, Pegangsaan, dan Tugu Proklamasi.
"Kalau Jakarta Utara tidak termasuk kegiatan strategis daerah (KSD), tapi tetap kita buat sebagai kawasan penataan trotoar juga," kata Hari.
Ia menambahkan, penataan trotoar tersebut akan mengikuti konsep penataan yang sudah diterapkan di Jalan Sudirman-Thamrin sebelumnya, kawasan yang juga menerapkan model complex street.
Penataan trotoar di beberapa titik di Jakarta disambut baik Koalisi Pejalan Kaki. Akan tetapi, Ketua Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus menyampaikan saran yang harus diperhatikan dalam rencana membangun dan merevitalisasi trotoar. Selain nyaman, kata dia, trotoar juga harus aman bagi pejalan kaki.
Ia mengatakan, dalam pembangunan trotoar, pihak kontraktor kerap tak memberikan fasilitas trotoar sementara. "Jarang sekali dibuatkan fasilitas sementara bagi para pejalan kaki. Minimal satu meter dibuatkan kanalisasi untuk menyelamatkan para pejalan kaki juga," ujar Alfred saat dihubungi Republika, Selasa.
Alfred menjelaskan, fasilitas bagi teman-teman difabel juga harus dibangun dengan nyaman dan aman. Ia mengatakan, selama ini ubin pemandu di beberapa tempat dibuat berbelok-belok seharusnya diupayakan agar lurus.
Selain itu, ia mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus membereskan yang ada di atas trotoar, seperti kabel-kabel. Menurut dia, Gubernur DKI harus memimpin rapat untuk membereskan hal semacam itu agar tidak menjuntai di atas trotoar.
"Paling penting ketika utilitas dan yang lain-lain masih bergerumbul di atas trotoar ya harusnya dilihat estetika tidak bagus. Harusnya bisa dikelarin sama Gubernur supaya melihat dari sisi utilitasnya tidak malang melintang lagi di udara," kata dia.
Alfred juga menyoroti tentang penyediaan kursi di atas trotoar. Menurut dia, seharusnya kursi yang disediakan bukan kursi taman dengan sandaran karena justru nantinya digunakan untuk tidur. Sebab, para pejalan kaki hanya membutuhkan waktu sekian detik untuk sekadar beristirahat atau minum saja.
Ia menambahkan, nantinya para pejalan kaki juga membutuhkan zebra cross untuk menyebrang. Ia menyarankan, Pemprov DKI harus menyediakan zebra cross ataupun pelican crossing setiap 200 meter khususnya di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.
"Karena jalanan di sana kan enggak lebar, yang penting per 200 meter atau 250 meter itu ada zebra cross. Jadi, banyak zebra cross yang disiapkan. Ikonik Kemang nanti jadi kelihatan lagi yang dulu bagus," kata Alfred.
JPO Bergaya Betawi
Sementara, jembatan penyeberangan orang (JPO) Pasar Minggu sudah selesai dibongkar selama tiga hari yang lalu. Dinas Bina Marga DKI Jakarta akan mulai membangun JPO dengan desain futuristik milenial dan kearifan lokal budaya Betawi pada akhir April nanti.
"Kalau desain Pasar Minggu itu futuristik milenial dan mengandung kearifan lokal. Artinya, kan di sana itu ada budaya Betawi nanti ikon budaya Betawi masuk ke itu, tapi dibuat milenial kayak di Sudirman," kata Hari.
Ia mengatakan, nantinya akan ada desain bergelombang dengan gaya etnik Betawi. Pencahayaan juga akan dibuat seperti JPO Gelora Bung Karno (GBK) dan JPO Bundaran Senayan yang bisa berubah warna.
Hari menuturkan, setiap JPO akan memiliki ciri khas tersendiri yang memberikan pengalaman baru bagi masyarakat yang melintasinya. Ia pun mengatakan, demi keamanan dan kenyamanan, JPO akan dilengkapi CCTV serta lift.
"Ada Pasar Minggu juga CCTV, liftnya juga. Yang mantau otomatis sudah masuk ke Jakarta Smart City nanti kita bisa lihat. Untuk perawatan keamanan itu juga kita minta Satpol PP pengamanannya," kata dia.
Ia menambahkan, biaya pembangunan JPO Pasar Minggu melalui dana koefisien lantai bangunan (KLB) dari pihak swasta. Selain itu, Dinas Bina Marga juga akan membangun JPO di jembatan gantung Daan Mogot, Jakarta Barat.
"Dari biaya KLB Senayan juga dari BKN. Sisa sekitar tahun kemarin Rp 60 miliar. Ditambahkan ke JPO Pasar Minggu. Nanti juga sama di Thamrin," ujar Hari.
Sementara, empat JPO lainnya juga direncanakan akan dibangun melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta. Akan tetapi, Hari belum menginformasikan lebih detail mengenai hal itu.