Selasa 26 Mar 2019 07:07 WIB

Jangan Lagi Sebut Kecebong dan Kampret

Narasi pilpres saat ini positif dan ungkapan kampret cebong sudah seharusnya hilang.

Suasana kampanye Calon Presiden (Capres) RI Nomor Urut 1, Joko Widodo (Jokowi) di GOR Ken Arok, Kota Malang, Senin (25/3).
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
Suasana kampanye Calon Presiden (Capres) RI Nomor Urut 1, Joko Widodo (Jokowi) di GOR Ken Arok, Kota Malang, Senin (25/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Elite politik diminta untuk mengedepankan narasi positif menjelang hari H pencoblosan pada 17 April mendatang. Dorongan penggunaan narasi positif tersebut datang dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) maupun Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ketua Umum ICMI Jimly Asshiddiqie menuturkan, seluruh kandidat Pemilu 2019 lebih baik bertarung menggunakan narasi positif.

Menurut dia, narasi positif ini menjadi sarana meningatkan pendidikan politik di masyarakat. "Semua kubu capres, cawapres, tim sukses caleg, para calegnya harus berlomba di waktu pemilu yang semakin dekat untuk kebaikan," tutur Jimly berdasaran keterangan tertulis yang diterima Republika, Senin (25/3).

Baca Juga

Jimly menyebutkan, para pelaku politik Indonesia saat ini mempunyai tanggung jawab keberlanjutan bangsa yang lebih baik. Ia berharap para elite menggunakan narasi positif serta tidak saling menyerang dan memojokkan kubu yang menjadi lawannya.

photo
Kampanye: Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto (tengah) menyapa pendukungnya saat melaksanakan kampanye terbuka di Merauke, Papua, Senin (25/3/2019).

Ia juga menuturkan, dengan terus menyampaikan tema positif menjelang Pemilu 2019, suasana di masyarakat juga akan positif. Sehingga, iklim politik di Indonesia makin membaik, khususnya di media sosial.

"Saat ini penyebaran arus informasi bisa melalui banyak cara. Tidak seperti dulu. Sekarang medsos itu dapat jadi wadah menyampaikan pikiran positif," ujar Jimly.

Sementara, MUI berharap masyarakat tidak lagi menggunakan istilah 'kampret' atau 'kecebong' untuk menyebut pihak lawan. Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri MUI Muhyidin Junaidi mengatakan, meneriakkan istilah kecebong atau kampret kepada lawan politik merupakan tindakan tidak baik dan tidak mencerminkan pribadi yang baik.

Menurut Muhyidin, pendukung masing-masing kubu politik tidak perlu memberi predikat tertentu kepada pihak yang memiliki perbedaan pandangan politik dengannya. Dalam masa pesta demokrasi saat ini, masyarakat kerap menjuluki dua panggilan bagi tiap-tiap pendukung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.

Istilah 'kecebong' kerap diarahkan kepada pendukung pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin, sedangkan 'kampret' kerap diarahkan kepada pendukung pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

"Kalau kita tidak senang kepada pihak tertentu, ya sudah, tidak usah kita kasih predikat 'kecebong', 'kampret', dan lain sebagainya. Itu tidak terpuji,” kata Muhyidin.

Ia mengimbau perbedaan pilihan politik jangan sampai menjadikan bangsa Indonesia terpecah belah. Muhyidin juga mengajak umat Muslim untuk memanfaatkan hak pilihnya dalam pemilu, 17 April 2019.

Terpisah, Sekjen PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti berpesan agar masyarakat saling menghormati dan menjaga situasi agar tetap kondusif selama tahapan Pemilu 2019. Muhammadiyah meminta masyarakat tidak menyebarkan informasi yang menyesatkan maupun berpotensi memunculkan permusuhan berdasarkan agama, ras, dan kelompok. Mu'ti menuturkan, pihaknya juga mengimbau masyarakat yang sudah memiliki hak pilih untuk menggunakan haknya pada 17 April mendatang.

Sebab, pencoblosan pada 17 April mendatang dapat menentukan masa depan Indonesia selama lima tahun mendatang. "Karena itu, seluruh elemen masyarakat agar dapat berpartisipasi aktif dengan mengikuti seluruh tahapan Pemilu dan menggunakan hak politik dengan penuh tanggung jawab," ujar Abdul.

Ia menambahkan, penyelenggara pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) diharapkan dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Agar kecurangan dalam Pemilu 2019 tidak terjadi.

"Penyelenggara pemilu hendaknya bekerja profesional dan objektif untuk menjawab keraguan masyarakat dan memastikan penyelenggaraan pemilu yang berkualitas," kata Mu'ti.

Terakhir, ia mengimbau kepada para aparatur sipil negara (ASN) dan pejabat pemerintahan untuk tak menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan politiknya. Walaupun saat ini tengah memasuki masa kampanye terbuka.

"Aparatur pemerintah hendaknya menjaga netralitas dan tidak menggunakan atau menyalahgunakan fasilitas negara untuk kepentingan politik, salah satu pasangan capres dan calon legislatif," ujarnya.

Sebelumnya, Mabes Polri telah mengimbau agar masyarakat menjunjung tinggi sikap toleransi selama tahapan kampanye berlangsung. Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo menuturkan, sikap toleransi dalam perbedaan pilihan politik ini agar tetap menjada pemilu yang aman dan damai.

"Agar bersama-sama mewujudkan pemilu yang aman, damai dan sejuk dengan terus memupuk persatuan kesatuan, saling menghormati dan menjunjung tinggi sikap toleransi sesuai sesanti bangsa Indonesia: Bhineka Tunggal Ika tan hana darma mangrua," kata Dedi, Ahad (24/3).

Dedi melanjutkan, selama kampanye terbuka ini digelar, pengamanan hanya akan dilakukan oleh polda dan polres. Serta bantuan pengamanan dari lapisan elemen-elemen di masyarakat yang turut terlibat dalam menyukseskan ketertiban selama proses kampanye berlangsung. Namun, agar pelaksanaan kampanye berjalan tertib, Dedi mengingatkan para peserta kampanye tetap menaati aturan.

Termasuk pemberitahuan kepada kepolisian terkait jadwal kampanye. Dengan surat pemberitahuan tersebut, nantinya kepolisian akan mengeluarkan surat tanda terima pemberitahuan. Surat tersebut sebagai bukti bahwa telah ada pemberitahuan kepada kepolisian terkait acara yang diselenggarakan.

(nawir arsyad akbar/antara/mabruroh ed: agus raharjo)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement