REPUBLIKA.CO.ID, TENGGARONG -- Wakil Ketua MPR RI Mahyudin menolak usulan Menko Polhukam Wiranto yang ingin menindak hukum pelaku hoaks menggunakan UU Terorisme. Menurut Mahyudin, terlalu subjektif penerapan pasal-pasal terorisme diterapkan dalam penindakan hukum penyebaran kabar bohong.
"Itu (penindakan hoaks) kan pendapat sepihak dari Pak Wiranto. Perlu kajian mendalam untuk itu," kata Mahyudin usai sosialisasi Empat Pilar MPR di Tenggarong, Kalimantan Timur (Kaltim), Kamis (21/3).
Menurut Mahyudin, selama ini, penindakan hukum terhadap produsen atau pelaku hoaks pada umumnya menggunakan KUH Pidana, atau UU ITE. Dua perangkat hukum penindakan penyebaran kabar bohong tersebut sudah cukup. "Cantolan hukum tentang hoaks itu sudah tepat di jalur (UU) ITE. Terlalu jauh kalau (hoaks), dimasukkan sebagai terorisme," ujar Mahyudin.
Meski menolak penindakan hoaks menggunakan UU Terorisme, namun politikus dari Partai Golkar tersebut, tak menyalahkan Wiranto terkait usul itu.
Hanya, dia menyarankan, agar pemerintah tak gegabah dalam mendefenisikan satu perbuatan pidana ke dalam ancaman terorisme.
Karena, menurut Mahyudin, sampai saat ini, defenisi tentang terorisme dalam UU 5/2018, pun tetap diperdebatkan. "Karena itu saya sampaikan tadi. Semua orang boleh berpendapat. Sah-sah saja. Tetapi harus ada dasar hukumnya," sambung Mahyudin.
Menko Polhukam Wiranto, pada Rabu (20/3) mengusulkan penindakan hukum terhadap kasus hoaks menggunakan UU Terorisme. Wiranto berpendapat begitu melihat hoaks saat ini mengancam orang banyak seperti aksi-aksi terorisme.