REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Gerindra, Sugiono menyatakan, tidak sepakat dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 soal pemisahan pemilu nasional dan lokal. Dia menilai, efek putusan itu menyebabkan kekosongan jabatan di tingkat DPRD selama dua tahun karena pilkada baru digelar 2031.
Sugiono mengatakan, pihaknya cukup menyayangkan adanya keputusan itu. Menurut dia, hal itu akan membuat masa kekosongan di DPRD, yang memiliki tugas untuk melakukan pengawasan atas tugas pemerintah daerah.
"Kami sebenarnya menyayangkan ya, karena banyak hal yang kami anggap tidak sesuai dengan apa yang, karena secara teknis nanti kan ada masa kosong di DPRD. Jadi saya kira itu sesuatu yang kami tidak sepakat," kata Sugiono di kantor Kementerian Hukum (Kemenkum), Jakarta Pusat, Jumat (1/8/2025).
MK pada Kamis (26/6/2025), memutuskan bahwa pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) nasional mesti dilaksanakan terpisah dengan pemilu lokal mulai 2029. MK memutuskan, keserentakan penyelenggaraan pemilu yang konstitusional adalah dengan memisahkan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, dan presiden/wakil presiden (pemilu nasional) dengan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota (pemilu daerah atau lokal).
Pemisahan itu bakal mulai dilakukan pada 2029. Putusan MK itu berkebalikan dengan sebelumnya yang mengamanatkan diberlakukannya pemilu serentak, baik nasional dan daerah.
Perihal jarak waktu antara penyelenggaraan pemilu nasional dengan pemilu lokal, tidak mungkin ditentukan oleh Mahkamah secara spesifik. Namun, Mahkamah berpendapat jarak waktu tersebut tidak dapat dilepaskan dari penentuan waktu yang selalu berkelindan dengan hal-hal teknis semua tahapan penyelenggaraan pemilu.