Rabu 20 Mar 2019 00:02 WIB

Sepeda Listrik, Antara Solusi dan Masalah Baru Transportasi

Sepeda listrik Migo mulai beroperasi di Jakarta sejak Desember 2018.

Rep: Agata Eta/ Red: Andri Saubani
Pekerja menata sepeda listrik Migo di Migo Station JK10116 di kawasan Setiabudi, Jakarta, Kamis (7/2/2019).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Pekerja menata sepeda listrik Migo di Migo Station JK10116 di kawasan Setiabudi, Jakarta, Kamis (7/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masalah transportasi seolah tak ada habisnya di Ibu Kota ini. Setelah ojek daring yang menjadi andalan warga Ibu Kota, kini muncul sepeda listrik Migo yang menjadi primadona baru. Masih mengandalkan sistem online berbasis aplikasi layaknya ojek daring, sepeda listrik Migo mulai beroperasi di Jakarta sejak Desember 2018.

Untuk mengunakan Migo, pengguna harus mengunduh dan mengunduh aplikasi di ponsel pintar. Seperti penggunaan aplikasi pada umumnya, pengguna harus mendaftarkan data diri seperti nama, foto dan nomor identitas.

Namun untuk mulai menggunakannya, pengguna harus menunggu selama kurang lebih satu jam untuk proses verifikasi data diri. Setelah terverifikasi barulah pengguna dapat melihat stasiun Migo terdekat. Namun kenyataannya, terkadang aplikasi sendiri sering mengalami masalah. Sering terjadi aplikasi tidak dapat dibuka atau gagal memuat verifikasi dengan notifikasi jaringan sibuk.

Sementara untuk dapat menggunakan Migo, pengguna harus mendatangi stasiun. Dari stasiun tersebut barulah pengguna dapat mengambil sepeda listrik yang akan digunakan dengan cara memindai kode QR yang terdapat pada badan sepeda. Penggunaan sepeda ini dapat digunakan dengan cara dikayuh atau dengan menarik pedal gas selayaknya mengendarai sepeda motor matik.

Uniknya lagi, untuk mengembalikannya pengguna harus menuju ke stasiun terdekat. Dengan tarif sebesar Rp 3.000 per 30 menit, sepeda listrik berwarna kuning ini memang bisa menjadi alternatif transportasi urban di Jakarta.

Sayangnya, aplikasi sepeda listrik ini pun menuai protes dari pemerintah. Dinas Perhubungan DKI Jakarta melarang penggunaan Migo di jalan raya karena dianggap menyalahi aturan. Migo tidak memiliki nomor kendaraan serta karena kecepatannya yang bisa melebihi 25 km/jam.

Dinas Perhubungan memandang Migo lebih cocok dikategorikan sebagai kendaraan bermotor dan bukannya sepeda listrik seperti klaim dari perusahaan pengembang Migo sendiri. Ini karena Dinas Perhubungan memandang Migo digerakkan oleh mesin motor.

"Selama digerakkan oleh mesin, maka masuknya kategori kendaraan bermotor. Bukan sepeda listrik seperti yang Migo bilang," kata Yayat Sudrajat selaku Kepala Seksi Keselamatan dan Teknik Sarana Dinas Perhubungan DKI Jakarta, di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (18/3).

Menurut Yayat. saat ini sepeda listrik Migo di Jakarta jumlahnya terus bertambah. "Saat ini ada sekitar 2.000-an sepeda Migo," kata Yayat. Penggunaan sepeda listrik Migo ini menjadi perhatian Dinas Perhubungan di tengah kajian menyusun rencana aksi keselamatan lalu lintas bersama instansi terkait seperti Dewan Transportasi Kota Jakarta dan Dinas Bina Marga DKI Jakarta.

Apalagi, Dinas Perhubungan terus menggalakkan masyarakat untuk melakukan cek kir pada transportasi masal. "Cek kir ini perlu agar masyarakat tahu apakah kendaraan yang ditumpangi aman atau tidak, layak jalan atau tidak" kata Yayat.

Yayat menyoroti pentingnya uji kir pada transportasi masal yang digunakan oleh masyarakat luas. Sementara sepeda listrik Migo sendiri belum mendapat sertifikat uji. Ini tidak lain dan tidak bukan adalah untuk menekan jumlah korban akibat kecelakaan di Jakarta.

Pada 2018 sendiri, Polda Metro Jaya mencatat ada 2.720 korban kecelakaan yang berusia produktif, yaitu usia 21 hingga 30 tahun. Jumlah ini naik dari tahun 2017 yang mencapai 2.571 jiwa.

Meski sudah dilarang, beberapa pengguna Migo masih terlihat di beberapa ruas jalan di Jakarta, seperti misalnya di kawasan Duren Kalibata. Dan saat ini, aplikasi Migo sendiri sudah diunduh lebih dari seratus ribu pengguna melalui aplikasi Google Play.

Adi, salah seorang warga Jakarta mengaku pernah mencoba memanfaatkan moda transportasi ini. Ia mengaku pernah iseng mencobanya karena aplikasi motor itu tengah naik daun.

"Pernah iseng coba waktu Car Free Day," ujarnya. Menurut Adi, sepeda listrik Migo dapat menjadi moda transportasi yang murah tetapi ia menilai kurang aman jika digunakan berkendara di jalan besar.

"Itu kayaknya juga didesain bukan buat jarak jauh ya. Kayaknya kurang safe kalau di jalan raya yang banyak kendaran gede," ujar pria yang masih duduk di bangku kuliah itu. Untuk itu, ia setuju apabila pemerintah kemudian melarang sepeda listrik Migo ini masuk di jalan-jalan besar di Jakarta.

Meski demikian, Adi menilai bahwa sepeda listrik seperti Migo dapat menjadi alternatif transportasi ramah lingkungan. "Untuk jarak dekat mungkin bisa dipakai dan di jalan-jalan lingkungan yang bukan jalan besar," katanya. Meski demikian, Adi mengaku tetap memilih moda transportasi lain yang lebih aman dan jelas dari segi penggunaan maupun perizinan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement