REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menyoroti rencana pemerintah menaikan gaji pegawai negeri sipil (PNS) atau aparatur sipil negara (ASN) sebelum pemilihan presiden (Pilpres) 2019 pada April mendatang menuai pro kontra. Kenaikan gaji PNS jelang pilpres dikhawatirkan sebagai strategi pejawat untuk mendongak suara.
"Keputusan kenaikan gaji PNS ini patut disambut baik. Ini tentu menggembirakan bagi para PNS kita. Namun kenaikan gaji PNS yang diumumkan pada saat tahun politik sekarang ini, jelang Pilpres dan Pileg ini patut juga dikritisi," kritik Juru Bicara BPN Prabowo-Sandiaga, Suhendra Ratu Prawinegara, saat dihubungi melalui pesan singkat, Selasa (12/3).
Suhendra mengatakan kenaikan gaji PNS yang cenderung tidak tepat waktunya ini akan menimbulkan kecurigaan dan keanehan bagi pejawat yang sedang berlaga kembali dalam kontestasi pilpres. Suhendra tidak memungkiri, kasus ini menjadi keuntungan bagi pejawat dalam hal ini pasangan calon Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin.
Sebab, mereka dapat menggunakan fasilitas dan kebijakannya untuk kepentingan politiknya. "Pada sisi yang lain kami patut sayangkan, ya, karena mereduksi nilai edukasi politik," kata dia.
"Padahal demokrasi yang kita harapkan sejak awal reformasi tidak seperti ini. Semestinya petahana bisa membedakan posisi sebagai capres, dan bisa memposisikan diri secara obyektif dalam posisi kenegarawanannya," ujar dia.
Apalagi, menurut Suhendra, kapasitas fiskal atau kemampuan APBN sudah cukup berat, defisit anggaran cukup besar, menumpuknya utang pemerintah, target pajak yang tidak tercapai. Karena itu, ia mengatakan, keputusan politik pemerintah ini patut dikritisi.