Selasa 12 Mar 2019 09:40 WIB

Penutupan Jalur Pendakian Rinjani Dinilai Merugikan

Jalur pendakian Rinjani ditutup pascagempa Lombok pertengahan tahun lalu.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Muhammad Hafil
Petugas Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) melakukan survei jalur pendakian pada Oktober 2018.
Foto: Dok Balai TNGR
Petugas Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) melakukan survei jalur pendakian pada Oktober 2018.

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Bencana gempa yang melanda Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada tahun lalu berdampak besar bagi sektor pariwisata.

Berbeda dengan sejumlah destinasi wisata seperti Pantai Senggigi, kawasan tiga gili seperti Gili Trawangan, Gili Air, dan Gili Meno yang mulai kembali pulih, objek destinasi di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) belum menunjukan tanda-tanda pulih.

Baca Juga

Penutupan jalur pendakian melalui pintu Sembalun dan Senaru sejak akhir Juli hingga saat ini ditengarai menjadi penyebab belum pulihnya aktivitas kepariwisataan di sekitar kawasan.

Kepala Balai TNGR Sudiyono menyadari penutupan jalur pendakian sangat berdampak terhadap masyarakat di sekitar Rinjani, terutama yang menggantungkan hidupnya dari sektor wisata.

"Penutupan jalur pendakian sangat perlu dilakukan untuk mengantisipasi jatuhnya korban akibat jalur wisata yang belum aman. Namun penutupan jalur yang terlalu lama juga akan sangat merugikan kehidupan masyarakat terutama para pelaku wisata lingkar Rinjani," ujar Sudiyono kepada Republika.co.id di Mataram, NTB, Senin (11/3).

Sudiyono menyampaikan banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari keberadaan Gunung Rinjani sebagai destinasi wisata. Dia mencatat terdapat 90 pemegang ijin trek organizer (TO), baik badan usaha maupun perorangan; 449 pemandu wisata; dan 1.157 porter. Sudiyono menyebutkan, minimal terdapat 1.696 sumber daya manusia (SDM) yang terlibat secara langsung dalam objek destinasi wisata Gunung Rinjani.

Jumlah ini belum termasuk sarana penginapan yang berada di sekitar TNGR, di mana saat sebelum gempa tercatat penginapan yang ada di sekitar TNGR sebanyak 90 penginapan, dengan rincian 31 penginapan di Senaru, 29 penginapan di Sembalun, dan 30 penginapan di Tetebatu. Sudiyono berpandangan jumlah penginapan juga diperkirakan lebih banyak karena belum termasuk penginapan yang berada di desa-desa yang agak jauh dari kawasan TNGR seperti Sapit dan Bebidas yang belum terdata.

"Para pelaku usaha yang terkait dengan wisata pendakian tersebut umumnya melibatkan masyarakat lokal," kata Sudiyono.

Sudiyono menyebutkan, kerugian juga diderita para pelaku usaha wisata di Rinjani akibat penutupan jalur pendakian. Dia memprediksi sekira 1.696 orang yang terdiri atas porter, pemandu wisata, dan trek organizer kini menjadi pengangguran.

"Dari sektor penginapan sebanyak 90 penginapan jika masing-masing unit dikelola minimal dua orang maka pengangguran dari sektor penginapan sebanyak 180 orang. Total pengangguran dari dua sektor tersebut sebanyak 1.870 orang," sebut Sudiyono.

Balai Taman Nasional Gunung Rinjani menutup jalur pendakian Gunung Rinjani sejak akhir Juli tahun lalu sampai waktu yang belum ditentukan. Penutupan pendakian tersebut dilakukan karena melihat kondisi di Gunung Rinjani belum aman untuk pendakian akibat gempa Lombok.

Gempa membuat kondisi yang tidak stabil seperti halnya pada struktur tanah. Kemudian juga di beberapa titik tanah terlihat retak dan rawan longsor. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement