Jumat 08 Mar 2019 16:56 WIB

Soal Kasus Robet, Polri: Kebebasan Berpendapat Ada Batasnya

Robertus Robert ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan menghina TNI.

Aktivis HAM yang juga dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robet (tengah) didampingi Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo (kanan) bersiap memberikan keterangan pers seusai menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis (7/3/2019).
Foto: ANTARA FOTO
Aktivis HAM yang juga dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robet (tengah) didampingi Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo (kanan) bersiap memberikan keterangan pers seusai menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis (7/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo mengatakan, meski kebebasan berpendapat di muka umum dilindungi Undang-Undang (UU) Nomor 9 Tahun 1998, tetapi terdapat batasan yang mesti ditaati. Dedi menuturkan, batasan tersebut diatur dalam Pasal 6 UU Nomor 9 Tahun 1998.

Pasal 6 mengatur warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain, menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum, menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyampaian pendapat juga harus menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum dan menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.

Baca Juga

"Ini harus dijaga bersama. Apabila menyampaikan pendapat sebebasnya dan semaunya, sementara ada pihak yang dirugikan dari ucapan, narasi yang disampaikan," kata Dedi di Mabes Polri, Jumat (8/3).

Terkait penangkapan aktivis HAM Robertus Robet (47 tahun) pada Kamis dini hari, penyidik, kata Dedi, telah melakukan perhitungan dan pertimbangan dari aspek keamanan dan ketertiban masyarakat dari kegaduhan di media sosial. Robertus Robet telah diperbolehkan pulang setelah menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri sebagai tersangka kasus penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum pada Kamis (7/3) sore.

Ia ditangkap karena memelesetkan mars TNI saat berorasi dalam Aksi Kamisan di depan Istana Negara, Jakarta, 28 Februari 2019 lalu. Rekaman videonya kemudian beredar di media sosial. Atas perbuatannya, ia diancam dengan pasal penghinaan terhadap penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 207 KUHP.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement