REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mewaspadai adanya kecurangan digital dalam Pemilu 2019. Dia meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI melakukan pencegahan peretasan data pemilih dengan maksimal.
"Yang saya duga yang terjadi ini adalah kecurangan digital. Itu perasaan saya sampai sekarang sebagai orang yang ikut membaca bagaimana pola," ujar Fahri dalam peluncuran aplikasi Relawan Kawal TPS (Rekat) Indonesia di Jakarta, Ahad (3/3).
KPU, ujar Fahri, semestinya mengantisipasi peretasan yang mengatur atau mengubah persentase hasil pencoblosan. Ia mengaku curiga terdapat bahasa algoritma yang akan merusak persentase pemilih dua kubu saat data dimasukkan dari seluruh daerah di Indonesia.
"Ada potensi dimainkan. Karena calon cuma dua itu bisa pola lama dipakai lagi sekarang. Jadi tolong itu kecurangan digital. Kami tidak paham, yang punya keahlian IT tolong ini," ucap Fahri.
Selain mewaspadai serangan pada data digital, KPU juga diminta lebih terbuka terkait data pemilih. Menurut Fahri, terdapat ketidakjelasan data pemilih dan kependudukan karena tidak dari satu sumber KTP-e yang dinilai masih bermasalah. Selain itu masih banyak yang belum melakukan perekaman.
"Data digital sekarang yang dipakai KPU bisa ditemukan itu ada satu kartu keluarga (KK) 430 orang dan seterusnya. Saya sudah dorong KPU terbukalah kalian untuk ini," kata dia.
Apa pun hasil Pemilu 2019, ia berpendapat harus dilakukan audit total terhadap data digital. Tujuannya agar kredibel dan tidak muncul lagi kekhawatiran terjadinya kecurangan.