REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Komisioner Komisi Pemiliha Umum (KPU) Hadar Gumay menilai, tingkat keterkenalan calon anggota legistlatif di mata pemilih akan memengaruhi kualitas pemilihan umum (pemilu). Menurutnya, pemilu dengan sistem pemilihan proporsional yang daftar calonnya terbuka, memilih calon (orangnya) adalah karakter utamanya.
Karena itu, Hadar mengatakan dalam pemilu langsung, pemilih perlu mengetahui calon yang akan dipilih. "Pemilih harus mempunyai informasi cukup tentang calon, adalah syaratnya," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (3/3).
Hadar melanjutkan, calon anggota legistlatif saat ini kurang dalam mengenalkan dirinya ke masyarakat. Padahal, pemilih perlu informasi tentang caleg. Ia menegaskan, calon sendiri perlu turun mengenalkan dirinya, termasuk kapasitas dan kualitas dirinya kepada masyarakat.
"Tidak cukup hanya poster atau spanduk dengan foto dan nomor urutnya," tegasnya.
Manajer Pemantauan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Alwan Ola Riantoby mengatakan, selama ini para caleg terkesan malas untuk berkampanye langsung ke masyarakat. Hal itu menyebabkan pendidikan politik tak berjalan baik.
Alwan mengatakan, salah satu faktor yang membuat caleg enggan berkampanye langsung adalah lebih ramainya kampanye Pilpres ketimbang Pileg. Karena itu, banyak caleg lebih memilih menyelipkan kampanyenya di sela kampanye calon presiden dan wakil presiden.
Selain itu, para caleg pejawat juga merasa sudah punya basis massa di wilayah masing-masing. Dengan begitu, lanjut dia, mereka merasa tak perlu lagi berkampanye secara intens.
"Memang ada beberapa caleg baru intensitas kampanyenya tinggi. Tapi di wilayah tertentu yang dianggap tak bisa mendulang suara, dia tidak melakukan kampanye sama sekali. Hanya asal ada saja namanya," katanya.