REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan tidak ada surat suara yang sudah tercoblos lebih dulu. Menurutnya, surat suara yang rusak tetap akan disortir dan diganti dengan yang baru.
Pramono mengatakan secara matematis, ada peluang kecurangan petugas penyebab surat suara tercoblos. Namun, secara teknis di lapangan, sangat sulit merusak surat suara atau mencoblos duluan.
"Karena dalam proses pemungutan dan penghitungan suara itu ada kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) yang jumlahnya tidak hanya satu," ujar Pramono ketika dihubungi, Ahad (3/3).
Selain itu, di lokasi pemungutan suara juga ada saksi dan pengawas pemilu sehingga jika ada kecurangan nantinya akan ada protes dan penindakan.
Pramono juga menampik adanya pencoblosan sebelum hari H pemungutan suara. Sebab, ketika surat suara sampai di TPS, KPPS akan mengeluarkan surat suara dan menghitungnya secara ulang.
"Dihitung berapa jumlah yang diterima dan segala macam dan ketika nanti proses mulai pemungutan suara itu kan sebenarnya yang benar surat suara ketika diberikan kepada pemilih itu dalam keadaan terbuka. Jadi kalau ada yang sudah tercoblos maka akan ketahuan di situ dan pemilih yang bersangkutan bisa meminta surat suara pengganti," kata dia.
Dia melanjutkan, sampai saat ini sekitar 65 persen sampai 75 persen surat suara Pemilu 2019 sudah didistribusikan hingga ke kabupaten/kota. Kemudian, di kabupaten/kota sudah disortir dan dilipat.
Dalam tahap ini, dilakukan penghitungan dan pengepakan surat suara. Namun, menurutnya, distribusi didahulukan untuk daerah yang secara geografis sulit dan letaknya jauh sehingga belum merata ke 34 provinsi.
Pramono menambahkan, untuk meminimalisasi terjadinya potensi kecurangan berupa surat suara tercoblos, KPU meminta semua parpol peserta pemilu bisa menghadirkan saksi di setiap TPS. Paslon capres-cawapres juga diharapkan mau menghadirkan saksi di setiap TPS.
Kemudian, saksi harus bersedia mengikuti seluruh rangkaian pemungutan suara hingga selesai penghitungan suara. Sebab, berdasarkan pengalaman pada pemilu sebelumnya, tidak semua partai bisa menghadirkan saksi.
"Lalu saksi-saksi itu kadang mereka juga datang menyerahkan mandat lalu nongkrong di warung dan nanti balik lagi ketika sudah tinggal menerima salinan formulir C1 (hasil rekapitulasi penghitungan suara," katanya.