Ahad 03 Mar 2019 14:36 WIB

TKN: Pidato AHY Jauh Lebih Baik dari Prabowo

AHY sebagai pimpinan partai menyampaikan hal yang strategis bagi bangsa dan negara.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ratna Puspita
Deklarasi Tokoh Lintas Agama: Sekretaris TKN Hasto Kristiyanto memberikan sambutan di acara deklarasi tokoh lintas agama mendukung Jokowi - Ma'ruf, Tulang Bawang, Lampung, Jumat (1/3).
Foto: Republika/Arif Satrio Nugroho
Deklarasi Tokoh Lintas Agama: Sekretaris TKN Hasto Kristiyanto memberikan sambutan di acara deklarasi tokoh lintas agama mendukung Jokowi - Ma'ruf, Tulang Bawang, Lampung, Jumat (1/3).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin, Hasto Kristiyanto, menyebut pidato yang disampaikan Kogasma Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) pada Jumat (1/3) malam lalu lebih baik dari pidato capres 02 Prabowo Subianto. Hasto menilai, AHY sebagai pimpinan partai menyampaikan hal yang strategis bagi bangsa dan negara. 

Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu pun menilai AHY berhasil menyampaikan poin-poinnya secara jelas dan teratur. "Dari apa yang disampaikan, tidak ada emosi semua teratur runtut dan semua kami yakini untuk bangsa dan negara, jadi jauh lebih baik daripada apa yang disampaikan pak Prabowo sendiri," ujar Hasto saat ditemui usai menghadiri deklarasi dukungan Milenial Arus Bawah di Bandar Lampung, Ahad (3/3).

Baca Juga

Meski memuji pidato AHY, Hasto tak lantas setuju dengan semua poin yang disampaikan putra kedua Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono itu. Hasto kurang sepakat dengan pendapat AHY yang menyebut bahwa pelaksanakan pemilu serentak dengan ambang batas yang tinggi akan mematikan sistem multipartai di Indonesia.

Hasto menyebut, semua partai tetap punya potensi untuk mendapatkan efek elektoral meski berbarengan dengan pilpres. "Partai lain juga punya peluang yang sama," ucap Hasto.

AHY dalam pidatonya Jumat (2/3) malam menyebut Pemilihan Presiden yang dilakukan secara serentak dengan Pemilihan Legislatif tidak efektif untuk sistem politik di Indonesia. Ia mengatakan, dampak dilakukannya pemilu serentak hanya dirasakan partai pengusung utama calon presiden (capres).

Partai yang tak memiliki capres tidak akan mendapatkan efek elektoral yang besar. "Jika kondisi ini berlanjut di masa depan, bukan tidak mungkin era multipartai akan berakhir, dan menyisakan hanya dua partai besar, seperti di Amerika Serikat," kata dia dalam pidato politiknya di Djakarta Theater, Jumat (1/3).

Menurut dia, Indonesia belum siap dan juga belum tentu cocok mengadopsi sistem kepartaian model Amerika Serikat tersebut. Sistem multipartai, lanjut dia, merupakan pilihan yang paling rasional. Ia mengatakan, multipartai melambangkan kemajemukan dan latar belakang historis bangsa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement