REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono
Prabowo Subianto, menjadi nama yang paling banyak disebut dalam dakwaan terhadap Ratna Sarumpaet. Nama calon presiden (capres) Pilpres 2019 tersebut, terucap lebih dari 35 kali. Dalam dakwaan setebal 16 halaman, Jaksa Penuntut Umum (JPU), memisahkan perbuatan Ratna dalam dua sangkaan berbeda.
Dakwaan pertama, menyangkut Pasal 28 ayat (2) UU ITE 19/2016. Dalam sangkaan ini, nama Prabowo terucap sedikitnya 17 kali. Jumlah tersebut, termasuk penyebutan nama Prabowo sebagai individu, pun sebagai capres yang berpasangan dengan calon wakil presiden (cawapres) 2019, Sandiaga Uno. Nama Prabowo, muncul dalam kronologi ke-10, dalam kasus penyebaran kabar bohong oleh Ratna.
JPU mengatakan, pada Jumat, 28 September 2018, Ratna menyuruh seseorang bernama Saharuddin agar menelepon Said Iqbal. “Setelah terhubung, terdakwa (Ratna) sambil menangis menyampaikan kepada saksi Said Iqbal, bahwa dirinya teraniaya,” begitu tulis JPU saat membacakan dakwaan di PN Jaksel, Kamis (28/2).
Dalam komunikasi tersebut, pun Ratna meminta Said Iqbal bertandang ke rumahnya di Kampung Melayu Kecil, Bukit Duri, Tebet. Pada tanggal yang sama, sekira pukul 23:30 WIB, Said Iqbal bertemu Ratna. Dalam pertemuan tersebut, Ratna kembali mengatakan dirinya teraniaya.
“Kakak (Ratna) dianiaya,” begitu dalam dakwaan JPU.
Ratna, pun menunjukkan foto wajahnya yang bengkak dan lebam. Ratna juga menceritakan kronologi penganiayaan yang dialaminya pada 21 September 2018, di Bandung, Jawa Barat (Jabar).
Selanjutnya, Ratna meminta kepada Said Iqbal agar dipertemukan dengan Prabowo. Permintaan Ratna agar bertemu Prabowo, kata JPU, juga dimintakan lewat Fadli Zon.
Jika kepada Said Iqbal, Ratna menunjukkan foto dengan wajah lebam, kepada Fadli Zon, Ratna mengirimkan tiga foto dirinya dengan wajah penuh bengkak. Tiga foto tersebut, diteruskan ke ajudan Prabowo, atas nama Dani.
“Ratna meminta agar foto-foto tersebut ditunjukkan langsung kepada Prabowo Subianto,” sambung JPU.
Selanjutnya, dalam kronologi ke-14, JPU menerangkan terjadi pertemuan antara Ratna, dengan Prabowo di Lapangan Polo Nusantara, Hambalang, Bogor pada 2 Oktober 2018 sekitar pukul 15:00 WIB. Sebelum bertemu Prabowo, Ratna dilokasi yang sama bertemu dengan Nanik Sudaryati, salah satu wakil ketua tim pemenangan Prabowo-Sandi.
“Sambil menangis dan suara sedih, terdakwa menceritakan kepada saksi saudari Nanik Sudaryati, bahwa dirinya sudah dianiaya. Terdakwa juga meminta saksi meraba pipinya yang lebam dan berbalut perban,” sambung JPU.
Setelah itu, Prabowo datang. Selain Nanik Sudaryati, Prabowo saat menemui Ratna, juga ikut Amien Rais, Said Iqbal, Fadli Zon, dan Sugiono. Saat ditemui Prabowo, Nanik Sudaryati yang menceritakan penganiyaan terhadap Ratna.
“Terdakwa diam tidak memberikan tanggapan,” kata JPU.
Dalam kronologi ke-15, Ratna yang wajahnya masih kentara bengkak dan diperban, memberikan izin kepada Nanik Sudaryati, untuk mengambil foto pertemuan tersebut lewat seluluer pribadi. Atas izin Ratna pula, Nanik Sudaryati pada sore harinya, mengunggah foto tersebut ke media sosial Facebook, via akun Naniek S Deyang. Dalam foto tersebut, tampak gambar Ratna bersama Prabowo Subianto, Amien Rais, Said Iqbal, dan Fadli Zon, serta Sugiono.
“Mbak Ratna Sarumpaet, sebagai salah satu anggota tim Badan Pemenangan Nasional (BPN) PRABOWO-SANDI, sore ini setelah agak pulih ia melaporkan ke Pak PS kejadian yang menimpanya. Pak PS didampingi Pak AMIEN RAIS, dan PAK FADLI ZON. Mbak Ratna dihajar habis tiga orang tanggal 21 September di sekitar bandara Husen Sastranegara Bandung. Ceritanya malam itu seusai acara konfrensi dengan peserta beberapa negara asing di sebuah hotel, Mbak Ratna naik taxi dengan peserta dari Srilangka dan Malaysia akan naik pesawat ke Soeta. Mbak Ratna sebetulnya agak curiga saat tiba-tiba taxi dihentikan agar jauh dari keramaian. Nah, saat dua temannya yang dari LN turun dan berjalan menuju bandara, Mbak Ratna ditarik tiga orang ke tempat gelap, dan dihajar habis oleh tiga orang dan diinjak perutnya. Setelah dihajar Mbak Ratna dilempar ke pinggi jalan aspal sehingga bagian samping kepalanya robek…,” begitu kutipan judul foto yang diunggah oleh Nanik Sudaryati.
Setelah unggahan foto tersebut, pada hari yang sama, Selasa 2 Oktober 2018, JPU mengatakan, Prabowo Subianto sekitar pukul 20:00 WIB melakukan konfrensi pers. Jumpa pers yang digelar di Kantor Pemenangan Tim Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Kertanegara, Kebayoran Baru tersebut, menghadirkan sejumlah tokoh-tokoh yang sama.
Dengan tambahan saksi seperti Dahniel Anzar, dan Joko Santoso. “Dalam konfrensi pers saudara Prabowo Subianto meminta pemerintah mengusut tuntas penganiyaan yang dialami terdakwa Ratna Sarumpaet,” begitu sambung JPU.
Akan tetapi, sehari setelah konfrensi pers Prabowo Subianto, pada 3 Oktober 2018, di rumah pribadi, Ratna Sarumpaet melakukan jumpa pers. Kepada media, Ratna, kata JPU mengakui kabar tentang penganiayaan terhadap dirinya adalah kebohongan.
Ratna mengakui dirinya pun, sudah membuat keonaran atau kegaduhan di masyarakat tentang kabar penganiayaan dirinya. Ratna pun meminta maaf kepada masyarakat.
“Bahwa perbuatan terdakwa tersebut diancam pidana Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana,” kata JPU.
Selain itu, JPU juga mendakwa Ratna Sarumpaet dengan sangkaan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 A ayat (2) UU ITE 2016. Pembacaan dakwaan oleh JPU digelar pada persidangan perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), pada Kamis (28/2).
Nama Rocky Gerung
Selain menyebut-nyebut Prabowo Subianto, nama akademisi Rocky Gerung juga banyak disebut dalam dakwaan. Sedikitnya 22 kali nama Rocky keluar dari mulut JPU saat persidangan.
Sebelas kali nama Rocky disebut dalam kronologi dakwaan pertama. Jumlah serupa dalam sangkaan kedua. JPU menganggap Rocky saksi yang menerima kiriman foto dari Ratna dengan kondisi wajah lebam dan bengkak.
Dalam pesan foto kepada Rocky bertanggal 25 September 2018, Ratna menuliskan, “21 September 2018 jam 18:50 WIB, area bandara Bandung.” Pesan Ratna kepada Rocky berlanjut dengan ungakapan, “Not For Public.”
Dalam kronologi keenam, JPU mengatakan, Ratna kembali mengirim pesan kepada Rocky pada 26 September 2018. Isinya, “sakit seputar rongga mata, retak di pelipis dan rahang, tak sepedih kitab terkoyak di tangan kanan, menganga….”
Pada tanggal yang sama, Ratna kemmbali mengirim foto wajah lebam dengan tulisan, “Hari ke 5.” Pesan kepada Rocky berlanjut. Pada kronologi kedelapan dan kesembilan, Ratna pada 27 September, mengirimkan pesan berbunyi, “Hey Rocky negrinya makin gila n hancur — need badly :).” Pesan tersebut disusul, “Need you badly.”
Dan yang terakhir, “Pasti kamu bahagia sekali disana ya, Penghormatan pada alam, bless you.”
Pada 28 September 2018, Ratna kembali mengirim lagi foto wajah lebam dan bengkak Rocky. Pesan tersebut menyertakan pesan, “Day 7th.” Sehari berikutnya, 29 September, Ratna mengirimkan lagi pesan kepada Rocky. Bunyinya: “Mungkin aku tidak harus ngotot membantu memperbaiki bangsa yang sudah terlanjur rusak ini. It’s painful.”
Namun, dari rentetan pesan tersebut, Rocky tak merespons. Pada kronologi ke-14, JPU mengatakan, Rocky baru merespons kondisi Ratna lewat Twitter bertanggal 2 Oktober 2018.
Rocky di akunnya menuliskan, “Tak cukup memfitnah? Tak puas memaki? Akhirnya kaian memakai tinju. Sungguh dangkal dan tetap dungu". Akan tetapi, sehari setelah cuitan tersebut, pada 3 Oktober, pada hari yang sama saat Ratna mengakui kebohongan, JPU mengatakan Rocky mengklarifikasi cuitan sebelumnya.
“Integritas harus ditagih dari setiap aktivis, demokrasi harus tumbuh dari situ,” tulis Rocky seperti di dalam dakwaan JPU. Rocky, kata JPU melanjutkan cuitannya, “Gw dibohongi, ya udah. Dia minta maaf, ya udah. Dolar udah turun, ya gak. Bong masih ngamuk ya dungu.” Cuitan Rocky tersebut, dikatakan JPU dalam dakwaannya bernada bully-an atau perundungan.
Namun, JPU tak menjelaskan dalam dakwaan, perundungan tersebut, ditujukan kepada siapa. Yang pasti, JPU dalam dakwaannya mengatakan, Ratna telah melakukan kebohongan dan penyebaran kabar bohong yang meresahkan masyarakat.
JPU meyakinkan pengadilan, bahwa kondisi bengkak dan lebam wajah Ratna, bukan karena korban penganiayaan. Melainkan, lantaran dampak dari tindakan medis operasi perbaikan muka, dan pengencang kulit wajah. Kata JPU, Ratna pada tanggal 21 September 2018, tidak berada di Bandung. Melainkan pergi ke Rumah Sakit Khusus Bedah Bina Estetika, di Menteng, Jakarta Pusat.
“Bahwa perbuatan terdakwa mengirimkan foto atau gambar wajah terdakwa yang lebam dan bengkak akibat penganiayaan disertai dengan kata-kata atau kalimat-kalimat, dan pemberitahuan tentang penganiyaan yang dialaminya kepada banyak orang, yang ternyata hal tersebut merupakan berita bohong, dan telah menciptakan sikap pro dan kontra di kelompok masyarakat,” begitu kata JPU.
Atas dakwaan JPU tersebut, Ratna saat persidangan, pun mengakui dirinya patut dihukum. “Saya ingin mengatakan, saya salah,” kata Ratna di hadapan majelis hakim.
Kronologi Hoaks Ratna Sarumpaet