Selasa 26 Feb 2019 07:37 WIB

Anies: Tarif MRT akan Dibahas DPRD

Menaker sebut MRT telah memenuhi standar kesehatan dan keselamatan kerja (K3).

Rep: Intan Pratiwi/Mimi Kartika/ Red: Bilal Ramadhan
Rencana Beroperasi Maret 2019. Moda Raya Terpadu (MRT) saat ujicoba dari Stasiun Bundaran HI ke Stasiun Lebak Bulus, Jakarta, Rabu (20/2/2019).
Foto: Republika/ Wihdan
Rencana Beroperasi Maret 2019. Moda Raya Terpadu (MRT) saat ujicoba dari Stasiun Bundaran HI ke Stasiun Lebak Bulus, Jakarta, Rabu (20/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan menyampaikan, pihaknya akan membahas tarif moda raya terpadu (MRT) Jakarta dengan DPRD DKI. Ia mengatakan, karena berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), tarif transportasi umum yang berkaitan dengan subsidi ini harus diputuskan bersama.

"Awal pekan ini kami akan mulai konsultasi pada dewan. Tim sudah menyiapkan data-datanya. Diputuskan bersama antara eksekutif dan legislatif," kata Anies di Lapangan Monas, Jakarta Pusat, Senin (25/2).

Ia melanjutkan, mengenai pembahasan tarif MRT Jakarta antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI dan DPRD diharapkan bisa segera dilakukan. Dengan demikian, kata dia, pengumuman tarif bisa segera disampaikan sebelum rencana pengoperasian MRT sesuai jadwal yang telah ditentukan, yakni pada Maret 2019 mendatang.

"Insya Allah bulan Maret akhir sesi rencana (MRT Jakarta) akan diresmikan. Jadi, harapannya jadwal tidak berubah dan tarif pun bisa segera diumumkan," kata Anies.

Sementara, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Santoso mengatakan, penentuan tarif public service obligation (PSO) masih menjadi perdebatan DPRD DKI Jakarta dengan Pemprov DKI Jakarta. Hal ini disebabkan penentuan tarif tersebut menyangkut subsidi dana APBD DKI Jakarta.

Menurut Santoso, tarif yang dikeluarkan oleh pihak Pemprov DKI Jakarta tak boleh lebih besar oleh yang dikeluarkan oleh masyarakat. "Misalnya, kan saat ini tarifnya Rp 18 ribu, untuk masyarakatnya bayar Rp 10 ribu, sedangkan untuk pemerintahnya Rp 8.000. Jangan lebih dari 100 persen dari yang rakyat bayarkan, " Kata Santoso.

Dalam pengoperasiannya nanti, Santoso menjelaskan, setiap harinya Pemprov DKI harus menyubsidi hingga 173 ribu penumpang perharinya. Menurut dia, hal ini akan berdampak pada keuangan Pemprov DKI Jakarta.

"Kalau saat ini ditetapkan Rp 8.500 pun kan bisa dibayangkan uang yang keluar dalam waktu setahun, pasti banyak sekali," Kata Santoso.

Ketua DPD Partai Demokrat DKI Jakarta ini menambahkan, uang subsidi tersebut lebih baik diarahkan ke sektor-sektor yang lebih penting, seperti pendidikan dan kesehatan. Ia juga menyarankan agar pihak Pemprov DKI Jakarta melakukan koordinasi dan pembahasan secara lebih mendalam dengan keinginan pihak pengelola MRT.

Menurut dia, program ini bukan hanya untuk sekadar bisnis, melainkan juga untuk kepentingan banyak orang. "Pemprov DKI jangan terlalu tunduk dengan mereka (pengelola MRT). Subsidi nya juga harus merata. Bukan hanya untuk MRT, melainkan juga untuk kesehatan dan pendidikan," ujar dia.

Sebelumnya, Gubernur Jakarta Anies Baswedan mengatakan, tarif MRT sudah mencapai kesepakatan final dengan pihak pengelola MRT. Namun, dirinya menyebut masih akan berkonsultasi dengan pihak DPRD DKI Jakarta terkait dana subsidi yang berasal dari dana APBD.

Dengan demikian, setelah ini pemutusan tarif bisa segera disampaikan kepada masyarakat sebelum pengoperasian pada Maret mendatang. Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Abdurrahman Suhaimi mengatakan, belum ada pembahasan mengenai tarif MRT Jakarta di DPRD.

Menurut dia, penentuan tarif transportasi terkait kepentingan rakyat harus dibahas di DPRD. "Kalau di Komisi B belum. Kalau soal ini pembebanan kepada rakyat itu baiknya memang ditentukan, didiskusikan dengan DPRD," ujar Suhaimi.

Ia menjelaskan, hal itu juga berkaitan dengan anggaran subsidi untuk public service obligation (PSO) apabila tarif MRT akan disubsidi Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI. Anggaran subsidi tersebut berasal dari APBD yang pengeluarannya harus dibahas di DPRD.

"Karena nanti ada PSO. Jadi, artinya kan ada yang harus dikeluarkan dari APBD untuk subsidi misalnya," kata Suhaimi.

Sudah Sesuai K-3

Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan, moda raya terpadu (MRT) sudah memenuhi standar kesehatan dan keselamatan kerja (K-3) dengan baik. Hal ini, kata Hanif, terlihat dari kecilnya kecelakaan kerja yang terjadi dalam proyek pembangunan MRT ini.

"Selama pekerjaan, tidak ada kecelakaan kerja yang signifikan. Hal tersebut merupakan prestasi yang pantas diapresiasi pemerintah kepada MRT Jakarta," ujar Hanif di kantor MRT Jakarta, Senin (25/2).

Ia menjelaskan, pentingnya K-3 dalam proyek-proyek pemerintah. Selain menjamin keselamatan kerja, K-3 juga menjamin keamanan dari proyek yang sedang dibangun tersebut. Hanif menilai, minimnya kecelakaan menunjukan bahwa kerja dan proses pembangunan melalui prosedur yang sesuai.

"Setengah dari bisnis transportasi kan bisnis keamanan. Jadi, jika proyek tersebut tidak mengutamakan K3, kredibilitasnya patut dipertanyakan," ujar Hanif.

Hanif juga mengapresiasi menejemen MRT Jakarta yang saat ini hanya memiliki setidaknya 500 karyawan bisa mempersiapkan sebaik mungkin rencana pengoperasian yang dijadwalkan Maret 2019.

"Dengan pekerja sekitar 500 dan melalui vendor, seperti security dan cleaning service sekitar 1.100-an, saya pikir itu efektif. Pekerja MRT ini akan lebih banyak nanti saat operasi," ujar Hanif.

Ia mengatakan, dengan adanya pengoperasian MRT, ada tenaga kerja yang terserap. Ia mengatakan, selain bisa mengurangi angka pengangguran, juga bisa menghidupkan ekonomi di sekitar MRT.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement