REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengenang sosok Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai Bapak Demokrasi saat acara Haul ke-9 Gus Dur di Stadion Sriwedari, Solo, Sabtu (23/2) malam.
Mahfud MD menyatakan, Gus Dur punya banyak predikat. Mula-mula Gus Dur dikenal sebagai ulama, lalu dikenal sebagai negarawan yang sangat cinta Indonesia. Gus Dur juga dianggap sebagai politisi yang ulung, budayawan, cendikiawan, serta Bapak Pluralisme.
Predikat Bapak Pluralisme disampaikan oleh Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono saat pemakaman Gus Dur di Jombang, Jawa Timur. Namun, Gus Dur kerap tidak peduli dengan sebutan-sebutan tersebut.
"Dari sekian banyak gelar untuk Gus Dur, beliau sering disebut sebagai Bapak Demokrasi Indonesia. Karena Gus Dur meyakini pilihan cara hidup bernegara di Indonesia yang paling tepat adalah demorkasi. Tidak ada yang lebih tepat untuk Indonesia yang majemuk," terang Mahfud di hadapan puluhan ribu jamaah Gusduriyan.
Dia menambahkan, menurut Gus Dur cara yang paling baik mengatur kemajemukan agar Indonesia kuat membangun negara demokrasi dan integrasi yang kokoh bersatu, melalui mekanisme demokrasi. Sebab, di dalam demokrasi semua diuntungkan dan diberi kesempatan.
"Gus Dur disebut Bapak Demokrasi karena pengabdian beliau kepada bangsa dilakukan secara demokratis. Gusdur tidak ingin ada kekerasan di dalam politik," imbuhnya
Mahfud menyebut, ada tiga prinsip untuk membangun Indonesia secara demokratis. Yakni, adanya kebebasan. Di dalam kebebasan itu ada kesamaan perlakuan atau kedudukan yang sama di depan hukum dan pemerintahan. Kemudian di dalam kebebasan dan kedudukan yang sama itu harus ada jaminan kebersatuan.
"Boleh sebebas-bebasnya, tapi jangan sampai merusak keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Itu pesannya Gus Dur," ungkapnya.
Mahfud menilai, pesan Gus Dur tentang demokrasi tersebut sangat penting. Terlebih, sekarang ini Indonesia dalam suasana pemilu. Dulu, pemilu disebut pesta demokrasi, karena pada saat pemilu setiap warga negara diberikan haknya untuk menentukan pilihan politik.
Pemliu itu pada hakikatnya untuk mencari pemimpin bersama. Semua orang boleh mengajukan tapi yang menang harus diakui kemenangannya. Sementara yang kalah harus dihormati dan tidak boleh merongrong yang menang.
"Gus Dur memberi tahu memilihlah pemimpin yang baik, menghindari kerusakan itu harus didahulukan daripada meraih atau mencari merengkuh yang lebih baik. Kita harus hilangkan ego kita. Karena pemimpin harus tetap ada," paparnya.
Karenanya, Mahfud mengajak agar masyarakat Indonesia menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 17 April 2019 nanti. Sebab, masyarakat akan rugi jika tidak memilih. Karena pemimpin dipilih dalam pemilu, berapapun jumlah orang yang menggunakan hak pilih.
"Gunakan hak pilih sebagai hak konstitusional yang secara syar'i sudah dibahas para ulama puluhan tahun," pungkasnya.