REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi II DPR meminta KPU untuk benar-benar merinci kurangnya surat suara akibat tambahan Daftar Pemilih Tambahan (DPTb). Sehingga, langkah untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dapat dilakukan.
"KPU kan memiliki instrumen sampai tingkat bawah, dipastikan secara cermat berapa kebutuhan secara real. Kalau ada tambahan 2 persen kan dari jumlah DPT yang disempurnakan. Pastikan saja jangan diwacanakan," kata Ketua Komisi II (Bidang Dalam Negeri, Sekretariat Negara dan Pemilu) DPR RI, Herman Khaeron saat dihubungi, Ahad (24/2).
Hingga 17 Februari 2019 jumlah DPTb tercatat sebanyak 275.923 orang. Jumlah ini tersebar di 87.483 TPS yang ada di 30.118 desa/kelurahan, 5.027 kecamatan, dan 496 kabupaten/kota. KPU memperkirakan jumlah ini masih berpotensi bertambah.
Permasalahannya, KPU menemui kendala lantaran aturan dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 menjelaskan produksi surat suara hanya bisa ditambah dua persen surat suara cadangan berdasarkan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) DI tiap TPS. Artinya, TPS dengan jumlah DPTb melebihi dua persen dari jumlah DPT, maka DPTb di TPS tersebut terancam tak bisa mencoblos.
Khaeron pun mengakui adanya kendala tersebut. Ia menuturkan, permasalahan itu terjadi karena pembatasan pindah memilih sesuai KTP yang dibatasi batas dapil dan provinsi.
"Kemungkinan yang akan membludak adalah kertas suara untuk pemilihan presiden di daerah tertentu khususnya di kota-kota besar," kata Khaeron
Khaeron menegaskan, DPR berencana membahas perkara ini dengan KPU pada pekan kedua Maret 2019 mendatang. Khaeron pun menegaskan, KPU terlebih dahulu harus menghitung secara pasti di tiap TPS jumlah DPTb.
"DPT-nya yang harus dihitung secara pasti, 2 persen dari 191 juta itu berarti 3,82 juta kertas suara. Sudah sangat banyak," kata politikus Demokrat itu.