Sabtu 23 Feb 2019 22:47 WIB

Ahok Bergabung, Suara PDIP Turun

Bergabungnya Ahok disebut menjadi salah satu penyebab elektabilitas PDIP turun

Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias BTP (kanan) bersama para kader PDIP saat berkunjung ke kantor DPD PDIP Provinsi Bali, Denpasar, Bali, Jumat (8/2/2019).
Foto: Antara/Nyoman Hendra Wibowo
Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias BTP (kanan) bersama para kader PDIP saat berkunjung ke kantor DPD PDIP Provinsi Bali, Denpasar, Bali, Jumat (8/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menunjukkan bahwa elektabilitas Partai Gerindra naik, sementara elektabilitas PDIP turun. Analis Politik Pangi Syarwi Chaniago memaparkan tiga faktor yang membuat PDIP turun.

Faktor utama menurutnya elektabilitas PDIP menurut Pangi disebabkan masuknya mantan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Masuknya Ahok ke PDIP memberikan sentimen negatif karena dicap sebagai partai penista agama.

"Pertama, isu yang dimainkan ngak menguntungkan PDIP selama ini, misalnya dihadap hadapkan atau dibenturkan antara kelompok nasionalis dengan islam," kata Pangi lewat keterangannya, Jumat (23/2).

Menurutnya, elektabilitas PDIP yang turun karena ada pengaruh dari pemilih sosiologis. Sebabnya, pemilih tersebut masih menyimpan luka terkait sikap Ahok dan perlu waktu untuk mengobatinya.

"PDIP harus segera recovery, ditambah lagi bergabungnya Ahok ke PDIP sintemen negatif dan mempertegas bahwa PDIP partai pendukung penista agama," terang Pangi.

Kedua, lanjut Pangi, elektabilitas PDIP bergantung kepada Presiden Jokowi. Jika Jokowi sukses, citra PDIP makin bagus dan dianggap sukses. Sehingga secara tak langsung berdampak pada kenaikan elektabilitas partai berlambang banteng tersebut.

"Suksesnya dan bagusnya citra Jokowi maka menjadi sukses PDIP," imbuh Pangi.

Pangi memandang, turunnya elektabilitas Jokowi punya dampak secara langsung terhadap elektabilitas PDIP. "Ini konsekuensi dari efek ekor jas “cotail effect”. Maka bisa jadi elektabilitas Prabowo naik otomaticly elektabilitas Gerindra ikut naik," kata Pangi.

Direktur Eksekutif Voxpol Center and Research Consulting melanjutkan, faktor ketiga adalah, selama ini PDIP masih gagal memperluas ceruk pasar pemilih dan hanya mempertegas serta memperkuat basis ceruk segmen pemilih nasionalis. "PDIP masih gagal dalam ekspansi penetrasi pada zonasi wilayah kantong pemilih muslim. Dia ingin PDIP segera melakukan recovery dan memperluas kantong basis suara dan jangan hanya terjebak pada basis pemilih nasionalis," ucap dia.

LSI mencatat, survei PDIP pada Desember 2018 sebesar 27,7 persen. Sementara pada Januari 2019 turun menjadi 23,7 persen. Adapun elektabilitas Gerindra pada Desember 2018 sebesar 12,9 persen, kemudian pada Januari 2019 naik menjadi 14,6 persen.

Sebelumnya dalam temuan survei Indonesia Elections and Strategic (indEX) Research menunjukkan elektabilitas PDIP menurun tajam hingga ke posisi awal survei pertama indEX pada Desember 2018 lalu. Saat ini elektabilitas PDIP tinggal 22,9 persen.

“Penurunan tajam capaian elektabilitas PDIP diperkirakan karena migrasi pemilih muslim ke partai-partai nasionalis lainnya,” ungkap Direktur Eksekutif indEX Research Vivin Sri Wahyuni dalam siaran pers di Jakarta, pada Jumat (22/2). Faktor paling kuat yang menandai fenomena tersebut adalah bergabungnya mantan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Menurut Vivin, publik masih sangat resisten dengan kemunculan kembali Ahok dalam kancah politik nasional. “Memori kasus penistaan agama pada Pilkada DKI terus terjaga, terlebih momentum reuni Alumni 212 yang tak pernah surut dukungan luas masyarakat,” jelas Vivin lebih lanjut.

Menurut dia, ke mana larinya suara pemilih PDIP perlu ditelisik lebih lanjut. Tetapi kenaikan pada beberapa parpol lain yang berhaluan nasionalis menunjukkan kemungkinan perpindahan suara tersebut.

Vivin menyebutkan parpol-parpol seperti Gerindra, Golkar, dan Demokrat yang cenderung stabil. Di sisi lain NasDem, PSI, dan Perindo mengalami peningkatan elektabilitas.

“Elektabilitas Gerindra masih berada pada angka 14,8 persen, Golkar 10,5 persen, dan Demokrat 4,7 persen,” ucap Vivin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement