Sabtu 16 Feb 2019 01:02 WIB

TKN: Mengganti Presiden atau Wapres Itu Ruwet

Usaha menggeser Maruf dipastikan akan mendapat tentangan partai pengusung.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Indira Rezkisari
KH Maruf Amin
Foto: Antara
KH Maruf Amin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah infografis di koran Indopos menunjukan calon wakil presiden Maruf Amin akan digantikan oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok apabila nanti memenangkan Pemilu 2019. Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Abdul Kadir Karding menegaskan hal itu tidak bisa dilakukan karena politik dan hukum yang berlaku.

Ia menjelaskan, dari sisi politik jelas tidak mungkin dilakukan karena kekuatan partai politik pemerintah berjumlah mayoritas. Sehingga usaha menggeser Maruf akan mendapat tentangan yang besar dari partai-partai politik pengusungnya di Pilpres 2019 yang berjumlah sembilan.

Baca Juga

"Selanjutnya, mengacu pada UUD 1945 pasal 7A dan 7B ayat 1 sampai ayat 7 menerangkan betapa ruwet dan rumitnya usaha untuk memberhentikan seorang presiden atau wakil presiden," kata Karding.

Pada pasal 7A UUD 1945, presiden dan atau wakilnya dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai residen dan atau wakil presiden.

"Namun berdasarkan Pasal 7B ayat 1 sebelum mengajukan usul pemberhentian presiden dan atau wakil presiden ke MPR, DPR harus lebih dahulu mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus apakah seorang presiden atau wakil presiden benar melakukan pelanggaran hukum atau tidak," kata dia lagi.

Ia melanjutkan, apabila pada akhirnya MK menyatakan presiden dan atau wakil presiden bersalah atau memenuhi syarat untuk diberhentikan, DPR masih harus menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. Aturan ini sesuai Pasal 7B ayat 5, yang artinya meski proses hukum di MK sudah dilalui maka masih ada proses politik yang mesti diselesaikan lewat sidang paripurna.

Seandainya pada akhirnya presiden dan atau wakil presiden benar-benar diberhentikan, Pasal 8 mengatakan apabila yang berhenti presiden maka secara otomatis yang diambil sumpah menjadi presiden adalah wakil presiden. Namun apabila wakil presiden yang diberhentikan maka selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, MPR menyelenggarakan sidang untuk memilih wakil presiden dari dua calon yang diusulkan oleh presiden.

Dari aturan yang terdapat dalam UUD 1945, kata Karding, dapat dipastikan bahwa proses pemberhentian seorang presiden dan atau wakil presiden hingga mencari penggantinya memakan waktu yang cukup panjang yakni diawali dengan pemeriksaan MK. Hasil tersebut kemudian diserahkan ke DPR untuk dibawa ke MPR dan harus dilakukan sidang untuk mencari pengganti.

"Jadi kesimpulan saya seorang wapres memang bisa diberhentikan dengan sejumlah syarat meski itu harus dilalui dengan jalan panjang nan melelahkan atau kalau dikontekskan dengan politik dapat dikatakan mustahil terjadi," kata dia menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement