Rabu 13 Feb 2019 09:49 WIB

Pengacara Slamet Maarif Upayakan Praperadilan

Praperadilan ini untuk membatalkan status tersangka di kepolisian.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Ratna Puspita
Eggi Sudjana
Foto: Republika/Arif Satrio Nugroho
Eggi Sudjana

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI) Slamet Maarif, Eggi Sudjana, mengungkapkan tim penasihat hukum sedang mengupayakan langkah praperadilan atas penetapan tersangka kliennya. Praperadilan ini untuk membatalkan status tersangka di kepolisian. 

"Kita akan lakukan praperadilan. Karena dengan pra peradilan akan terbuka kemungkinan pembatalan atas status tersangka Slamet Ma'arif," kata Eggi kepada wartawan, Rabu (13/2).

Upaya membatalkan status tersangka ini, menurut dia karena sejak awal tim pengacara melihat penyimpangan hukum saat mentersangkakan. "Penyimpangan hukumnya sangat kental terjadi," kata Eggi.

Penyimpangan itu, jelas dia, sangat terlihat karena tidak ada gelar perkara sejak awal kasus Slamet Maarif ini. Ia pun membandingkan dengan kasus Ahok ketika polisi melakukan gelar perkara sangat ketat sampai Ahok kemudian dinyatakan tersangka. 

"Ini kok belum ada gelar perkara, menurut kita lawyer tidak diundang ada gelar perkara," katanya.

Ia merujuk Peraturan Kapolri nomor 14 tahun 2012 pasal 15. "Jelas sekali menurut Pasal 15 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana gelar perkara merupakan salah satu rangkaian kegiatan dari penyidikan," paparnya.

photo
Anggota Tim 11 Alumni 212 - Slamet Maarif. (Republika)

Kekeliruan kedua, menurut Eggi, ada di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Ia mengatakan kasus ini merupakan pelanggaran pemilu sehingga seharusnya ditangani oleh Bawaslu.

Namun, ia mengatakan, kasus Slamet Maarif ini langsung ditangani polisi. "Seharusnya Bawaslu terlebih dahulu yg memiliki wewenang, menegur dan mengingatkan yang sifatnya persuasif sebelum kemudian masuk ke ranah kepolisian," kata dia.

Eggi memandang dengan kelalaian ini, Bawaslu berpotensi menurut hukum bisa dikenakan pasal 421 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). "Di mana seorang pejabat yang dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan."

Eggi menganggap Bawaslu sebagai pejabat negara, telah menyebabkan keadaan orang seperti ini, di mana seharusnya kewenangan ini diambil oleh Bawaslu. Seharusnya sebelum kepolisian, kewenangan ini berada di Bawaslu. 

Dengan alasan penyimpangan hukum inilah, Eggi melihat memang ada upaya mengkriminalisasi para tokoh dan aktivis pendukung pasangan calon nomor 02. Sebab, menurut dia, upaya mentersangkakan Slamet Maarif sangat jelas terkesan dipaksakan atas dasar pelanggaran UU Pemilu, namun tidak ditangani oleh Bawaslu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement