Selasa 12 Feb 2019 00:12 WIB

Kontras Kritisi Rencana Jabatan Sipil untuk Militer Aktif

Upaya revisi UU TNI dinilai bisa mengembalikan dwifungsi ABRI.

Rep: Muhammad Ikhwanuddin/ Red: Andri Saubani
 Koordinator KontraS Yati Andriyani memberikan keterangan pers di Kantor KontraS, Jakarta, Selasa (9/5).
Foto: Republika/ Wihdan
Koordinator KontraS Yati Andriyani memberikan keterangan pers di Kantor KontraS, Jakarta, Selasa (9/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) memberikan pandangan terhadap wacana Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto untuk merevisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, khususnya yang terkait dengan Pasal 47 terkait dengan Pembinaan khususnya Pasal 47 ayat 2. Dalam rencana tersebut, disebutkan bahwa anggota militer aktif dapat menduduki beberapa jabatan yang sebelumnya diisi oleh pihak sipil. Wacana itu berbunyi:

 “Prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik nasional, dan Mahkamah Agung”.

Koordinator Kontras, Yati Andriyani menilai, revisi pasal itu bertujuan untuk mengakomodir perwira menengah dan perwira tinggi agar dapat berdinas di departemen atau lembaga negara di luar yang telah diatur menurut Pasal 47 ayat 2.

"Wacana revisi tersebut selain menunjukkan adanya kelemahan dalam manajeman internal di tubuh TNI, juga dikhawatirkan akan berdampak pada kemunduran agenda reformasi sektor keamanan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU TNI tentang tugas pokok TNI," kata Yati dalam keterangan yang diterima Republika, Senin (11/2).

Menurutnya, semangat dan amanat reformasi dalam penghapusan dwifungsi militer akan tercederai dengan rencana tersebut. Demokrasi dan pemerintah sipil yang kuat juga dikhawatirkan akan terancam apabila usulan ini tetap dilakukan.

"Kami juga mendesak Panglima TNI untuk lebih fokus pada evaluasi proses pengangkatan dan  promosi jabatan yang transparan dan akuntabel di tubuh TNI, bukan dengan mengambil jalan pintas yang tidak profesional dan dapat merugikan sipil di Indonesia," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement