Selasa 12 Nov 2024 12:48 WIB

Amnesty Sindir Panglima, Brutalisme Oknum TNI tak Dibenarkan, Warga Salah Lapor Polisi

Amnesty mengecam keras penyerangan oleh oknum TNI di Deli Serdang.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Teguh Firmansyah
Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid.
Foto: Dokumentasi Pribadi
Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Peristiwa penyerangan puluhan prajurit Yon Armed II/KS ke pemukiman warga di Desa Cinta Adil, Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut), Jumat (8/11/2024) dinilai sangat meresahkan.  Amnesty Internasional Indonesia mengecam keras aksi penyerangan oknum serdadu yang berujung pada tewasnya satu warga biasa dan melukai beberapa korban lainnya itu.

Direktur Eksekutif Amnesty Indonesia Usman Hamid pun menilai tak sepatutnya Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Agus Subiyanto menyampaikan pembenaran atas perbuatan para anggotanya dalam peristiwa tersebut. Usman menegaskan, tewasnya satu warga atas serangan para prajurit aktif tersebut merupakan pembunuhan di luar hukum.

Baca Juga

“Panglima TNI seharusnya memerintahkan agar anggota TNI melindungi rakyat, bukan terlibat penyerangan terhadap warga sipil, apalagi yang berujung pada pembunuhan di luar hukum seperti yang terjadi di Deli Serdang akhir pekan lalu,” kata Usman dalam siaran pers yang diterima Republika, Selasa (12/11/2024).

Usman mengatakan, penjelasan Panglima TNI atas peristiwa penyerangan tersebut seperti menjadikan para anggota militer memiliki hak untuk menanggulangi situasi yang dianggap meresahkan masyarakat.

Alih-alih melindungi masyarakat atas situasi yang meresahkan. Menurut Usman, tindakan para anggota militer yang merangsek ke pemukiman sipil dengan alasan untuk mengatasi keresahan warga atas ulah-ulah sekelompok masyarakat tertentu justeru tindakan yang membahayakan.

“Pernyataan Panglima TNI cenderung mencari kambing hitam atas tindakan anggotanya yang jelas-jelas salah. Para pelaku penyerangan (anggota militer) terhadap warga yang membabi-buta itulah yang mengganggu masyarakat, meresahkan masyarakat, dan mengganggu ketertiban umum,” ujar Usman.

Terbukti, penyerangan yang dilakukan oleh sebanyak 33 prajurit Yon Armed II KS pada Jumat (8/11/2024) malam tersebut menewaskan satu orang biasa, dan delapan lainnya mengalami luka-luka yang serius.

“Kalau ada (warga masyarakat) yang melanggar hukum, sampaikan kepada kepolisian. Bukan dengan cara main hakim sendiri. Bukan dengan mencari-cari alasan-alasan pembenaran atas tindakan yang salah,” ujar Usman.

Atas brutalisme militer dalam peristiwa tersebut, Amnesty Indonesia, pun mendesak agar Mabes TNI menindak tegas para prajurit yang terlibat dalam penyerangan ke pemukiman masyarakat tersebut. 

Usman mengatakan, penindakan tegas tersebut, bukan cuma dialamatkan terhadap para prajurit pelaku penyerangan. Penindakan juga, dikatakan harus ditimpakan terhadap para pemmpin di tingkat komando yang bertanggungjawab terhadap para prajurit yang melakukan penyerangan tersebut.

“Kami juga mendesak agar seluruh pihak yang terlibat dalam penyerangan tersebut diadili di pengadilan sipil untuk memberikan keadilan bagi korban dan keluarga korban. Proses hukum yang terbuka dan adil, akan mencegah terjadinya kasus-kasus serupa di masa depan,” kata Usman.

Pada Jumat (8/11/2024), dikabarkan sebanyak 33 prajurit Yon Armed II KS Medan melakukan aksi penyerangan ke Desa Selamat, di Deli Serdang. Para prajurit itu menyatroni rumah-rumah dan memukuli sejumlah warga biasa. Dari insiden tersebut, dikabarkan satu warga atas nama RAB (62 tahun) tewas akibat terkena tusukan senjata tajam.

Sedangkan delapan warga lainnya mengalami luka-luka serius. Salah-satu korban mengalami luka parah akibat sabetan senjata tajam yang hampir memutuskan tangan. Sedangkan dari pihak tentara, satu anggota dikabarkan mengalami luka-luka. Disebutkan oleh Panglima TNI Agus Subiyanto, insiden tersebut terkait dengan kemarahan para prajurit terhadap sejumlah kelompok geng motor di wilayah itu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement