REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) membongkar sebuah markas pembuatan dengan penanaman ganja, yang dikelola warga negara Amerika Serikat. Markas tersebut dilengkapi dengan alat yang sangat lengkap dan profesional, meskipun tersangka mengaku baru menjalani itu selama lima bulan.
“Hari ini kita rilis pengungkapan Sabtu (2/2) dengan TKP (tempat kejadian perkara) di Apartemen Batavia, Jakarta Pusat. Kasusnya menanam dan memiliki narkotika,” ujar Wakil Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Kombes Krisno H Siregar, dalam rilis di Apartemen Batavia, Rabu (6/2).
Penggrebekan markas penanaman ganja itu, bermula dari sebuah info yang menyebut adanya peredaran atau penjualan dengan kualitas tinggi, dengan harga lebih mahal. Dari situ, pihaknya menindaklanjuti laporan tersebut.
Tersangka berinisial LAC (35) ditangkap berdasarkan investigasi Tim Satgas IT/NIC, karena ada masyarakat yang melapor soal budidaya tanaman ganja tersebut. Tersangka LAC sehari-harinya bekerja sebagai instruktur fitness dan sudah berada di Indonesia selama lima tahun.
Modus operandi ini merupakan terbaru di Indonesia, di mana tersangka menanam sendiri bahan jualannya, walaupun sebelum bahannya jadi, dia sudah digrebek dahulu. Bibit ganjanya sendiri dia bawa langsung dari Amerika Serikat.
“Kultivasi ganja dilakukan di dalam ruangan, bibit dibawa langsung dari Amerika Serikat. Lalu sampai di sini dia membeli pupuk kompos. Dia belajar dari media komunikasi, YouTube dan grup, dia baru menanam sejak lima bulan lalu,” ujar Krisno.
Dalam penanamannya, bibit ganja hanya diletakkan di dalam ruangan tanpa melalui pancaran sinar matahari. Tapi, di dalam ruangan itu dibuat banyak lampu menyinari bibit. Sehingga bibit akan tumbuh lebih lama yakni sekitar lima bulan.
“Yang di depan kita (contoh tanaman ganja) sudah tiga bulan. Dia pertumbuhannya lebih lambat. Di Indonesia, pada umumnya menjual ganja siap pakai adalah bentuk daun dan batang kalau di Aceh. Kalau ini, dipisah antara bunga dan daun, ini jamak di luar negeri,” papar Krisno.
Akibat perbuatannya, pelaku dijerat dengan pasal 111 ayat 1 Undang-Undang RI No. 35 tahun 2009 tentang narkotika, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun. Ia mengimbau kepada seluruh pengelola apartemen agar lebih berhati-hati, dan perlu meningkatkan kecurigaan-kecurigaan yang tidak biasa dari para penghuni.
“Seperti misalnya ada penghuni bawa bahan kimia dan bahan mencurigakan lainnya dalam jumlah banyak,” jelas Krisno.