REPUBLIKA.CO.ID, NGAWI -- Pemerintah berencana untuk memugar benteng Van Den Bosch atau yang lebih dikenal dengan Benteng Pendem di Ngawi, Jawa Timur. Pemugaran dilakukan agar warisan cagar budaya atau pusaka ini terjaga dan lestari.
"Kita melihat karena tahun ini akan segera kita restorasi, sehingga peninggalan-peninggalan ini harus kita rawat. Warisan pusaka seperti ini, heritage seperti ini, memang harus dijaga dan dipelihara," kata Presiden Joko Widodo di benteng Van Den Bosch, Ngawi, Jawa Timur, Jumat (1/2).
Presiden Joko Widodo mengunjungi benteng yang selesai dibangun pada 1845 itu bersama dengan Ibu Negara Iriana Joko Widodo, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Gubernur Jawa Timur Soekarwo, Bupati Budi Sulistyono dan pejabat lainnya. "Tahun ini langsung dikerjakan oleh Kementerian PU (Pekerjaan Umum). Tadi sudah langsung saya telepon dan sudah siap," tambah Presiden.
Rencananya, lokasi tersebut akan dijadikan tujuan wisata warisan pusaka. "Targetnya mungkin tahun ini separuh, tahun depan separuh. Dua tahun Insya Allah rampung karena untuk merestorasi bangunan seperti ini ada kaidah-kaidah kepurbakalaan yang harus diikuti. Tidak bisa cepat-cepat seperti bangun bangunan yang lain," ungkap Presiden.
Pemugaran nanti akan didampingi para ahli purbakala yang sudah punya keahlian dalam merestorasi dan merevitalisasi bangunan sejarah. Selain melihan bangunan benteng, Presiden juga menyempatkan untuk meminum kopi yang tersedia di kawasan benteng.
"Tadi saya melihat ada kopi yang enak sekali. Kopinya tadi Rp 8.000, murah kan? Kalau di daerah murah-murah, enak-enak. Habis," ungkap Presiden.
Presiden juga melihat-lihat barang produksi lokal yang dijajakan oleh masyarakat di lokasi. "Tadi juga ada beras merah putih organik. Mahal memang, Rp 27.000 per kilogram. Ada lagi yang lebih mahal, Rp 75.000 (per kilogram), tadi beras singkong. Lebih mahal lagi, tapi tanpa glukosa. Ini bagus untuk kesehatan. Saya beli semua tadi, saya mau coba," tambah Presiden.
Benteng Van Den Bosch didirikan oleh Belanda untuk menghadapi perlawanan masyarakat di Ngawi pimpinan Adipati Judodiningrat dan Raden Tumenggung Surodirjo, serta salah satu pengikut Pangeran Diponegoro bernama Wirotani. Benteng itu dipakai tentara Belanda dalam Perang Diponegoro (1825-1830).