REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VIII, Iskan Qolba Lubis mengaku cukup kaget dengan munculnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual di Komisi VIII yang tiba-tiba diprotes masyarakat. Iskan menyebut RUU itu sebelumnya dimasukkan ke Badan Legislasi (Baleg) oleh sekelompok masyarakat sipil ormas perempuan.
Komisi VIII, kata dia, kemudian mendapatkan pekerjaan untuk membahas RUU tersebut. Namun sebenarnya Iskan melihat RUU ini dari judulnya seolah-olah pro perempuan tapi pada analisa secara rinci dia justru bisa menurunkan martabat perempuan sendiri.
"RUU ini bukan usulan pemerintah, sepertinya ada sekelompok orang dari LSM perempuan berkoordinasi dengan NGO asing. Tiba-tiba berkomunikasi dengan beberapa anggota dan memasukkan draftnya ke Baleg. Jadi kita juga kaget, tiba-tiba RUU ini ada di Komisi VIII," kata Politisi PKS ini kepada wartawan, Kamis (31/1).
Karena sebenarnya menurut Iskan, sudah ada Undang-Undang yang terkait bila merujuk Kekerasan Seksual. Ada UU terkait Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), Ada UU tentang Anak dan UU pidana yang melarang paksaan terhadap apa pun, tidak hanya terkait seksual saja. Iskan mengakui banyak anggota Komisi VIII kaget soal RUU ini.
Sebab secara substansi RUU ini secara harfiah terjemah seperti Undang Undang yang ada di Eropa, yang sangat liberal dan mengutamakan kebebasan seksual dan pergaulan. "Jadi sepertinya RUU ini titipan, bukan 'ruhnya' datang dari bangsa Indonesia," kata dia.
Ia berkata, seolah-olah masuk atas nama RUU di DPR, padahal tidak ada parpol yang mengusulkan. Hanya beberapa anggota mengusulkan itu melalui Baleg, tapi juga bukan anggota tersebut yang membuat draft RUU tersebut.
Iskan mengungkapkan pihak yang membuat draft tersebut dari LSM perempuan tertentu. Kemudian mereka mengkomunikasikan draft tersebut ke beberapa anggota di Baleg. Dan karena Komisi VIII yang membidangi perempuan, maka dari Baleg RUU tersebut masuk ke Komisi VIII untuk dibahas.
"Tapi nanti akan ada sikap dari masing-masing Fraksi atas kritik masyarakat terkait RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini. PKS termasuk akan bersikap," jelas Iskan.
Sebelumnya seorang warga bernama Maimon Herawati memprotes RUU Penghapusan Kekerasan Seksual melalui menggagas petisi penolakan RUU ini di situs change.org, berjudul 'Tolak RUU Pro Zina' ditujukan ke Komisi VIII DPR RI dan Komnas HAM.
Maimon menjabarkan alasannya menolak RUU ini. Dia menyebut pemaksaan hubungan seksual bisa dikenai jerat hukum sementara hubungan seksual suka sama suka di luar pernikahan diperbolehkan.
Maimon juga menyebut RUU itu mengatur pemaksaan aborsi bisa dijerat hukum sedangkan yang sukarela diperbolehkan. Menurutnya, RUU itu juga bisa menjerat ibu yang memaksa anak perempuan untuk berhijab.