REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) angkat bicara mengenai usulan wakil presiden (wapres) Jusuf Kalla mengenai kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) hingga persoalan urun biaya. Nilai iuran tengah dibahas tim yang terdiri atas sejumlah kementerian dan lembaga.
Kepala Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan Kemenkes Kalsum Komaryani mengatakan, terkait skema urun biaya sudah dibahas tuntas pada pertemuan pada Senin (28/1) pada acara temu media di Kemenkes. "Sementara terkait kenaikan premi masih diproses oleh Tim bersama beberapa Kementerian dan Lembaga," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (31/1).
Disinggung terkait wacana pembatasan pelayanan kesehatan, dia menyebut ketentuannya bisa dilihat di Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Di perpres itu, semua sudah diatur apa yang dijamin dan apa yang tidak dijamin.
"Jadi saya tidak bisa menjawab di luar regulasi dan tidak bisa keluar dari perpres itu," katanya.
Sebelumnya, Jusuf Kalla sempat menyinggung bakal mempertimbangkan penyesuaian nilai premi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang rencananya akan dilakukan setelah Pemilu 2019. Omongan ini terlontar kepada sejumlah wartawan satu pekan yang lalu, lantaran JK melihat kondisi anggaran BPJS Kesehatan yang terus defisit.
Kemudian Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 51 tahun 2018 tentang Pengenaaan Urun Biaya dan Selisih Biaya Dalam Program Jamainaan Kesehatan baru mengatur tentang prosedur dan besaran urun biaya.
Di konferensi pers Senin lalu, Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kemenkes, Sundoyo mengkonfirmasi terkait peraturan urun biaya dalam program jaminan kesehatan BPJS Kesehatan. Ia menegaskan, tidak semua pelayanan kesehatan akan dikenai biaya tersebut. Urun biaya akan dikenakan pada pelayanan fasilitas kesehatan yang memiliki potensi untuk menimbulkan penyalahgunaan.