Kamis 31 Jan 2019 02:00 WIB

Kasus DBD di Indramayu Mulai Meningkat

Bubuk abate efektif untuk membunuh larva nyamuk ades aegypti.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Muhammad Hafil
Pengasapan cegah demam berdarah (ilustrasi)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Pengasapan cegah demam berdarah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Indramayu saat ini mulai mengalalmmi tren peningkatan dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya. Masyarakat pun diimbau untuk terus melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu, Deden Bonni Koswara, menyebutkan, berdasarkan evaluasi selama tiga tahun terakhir, kasus DBD di Kabupaten Indramayu mengalami pasang surut. Pada Januari 2017, kasus DBD tercatat ada 42 kasus. Sedangkan pada Januari 2018, kasus DBD hanya ada sembilan kasus dan pada Januari 2019 ada 13 kasus.

‘’Jadi saat ini memang ada tren kenaikan kasus DBD dibandingkan bulan yang sama tahun kemarin,’’ ujar Deden, saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (30/1).

Deden menambahkan, selama tiga tahun terakhir, daerah endemis DBD tercatat ada di lima wilayah puskesmas. Yakni, wilayah Puskesmas Margadadi, wilayah Puskesmas Patrol, wilayah Puskesmas Balongan, wilayah Puskesmas Jatibarang dan wilayah Puskesmas Kertasemaya.

Untuk mengantisipasi merebaknya kasus DBD, Deden mengaku telah membuat surat ke semua fasilitas kesehatan (faskes), baik faskes tingkat pertama maupun tingkat lanjut. Dalam surat itu, semua faskes diminta untuk melakukan kewaspadaan dini DBD.

Khusus untuk puskesmas, Deden pun memerintahkan untuk segera melakukan pendataan dan penelitian epidemiologi jika ditemukan ada kasus DBD atau ada laporan dari masyarakat tentang kasus DBD. Upaya antisipasi penyebaran DBD pun harus semakin gencar dilakukan.

‘’Hal paling efektif yang bisa dilakukan masyarakat untuk mencegah DBD adalah dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui 3M (menguras, mengubur dan menutup tempat penampungan air),’’ tegas Deden.

Selain menggencarkan PSN, lanjut Deden, pihaknya juga akan memberikan bubuk abate jika ada laporan tentang kasus DBD di suatu wilayah. Menurutnya, bubuk abate itu efektif untuk membunuh larva nyamuk Aedes Aegypti.

Ketika ditanyakan mengenai fogging, Deden menyatakan, pihaknya telah menyiapkan anggarannya. Meski demikian, dia menekankan, fogging bukanlah cara efektif untuk mengatasi DBD.

Menurut Deden, fogging yang berupa penyemprotan insektisida hanya efektif selama satu minggu dan hanya bisa membunuh nyamuk yang terbang di atas permukaan. Sedangkan larva nyamuknya tidak bisa mati. Larva itulah yang akan melanjutkan siklus DBD.

‘’Selain itu, saat kita menyemprotkan fogging, itu sama artinya dengan menyemprotkan polutan ke lingkungan. Dan akan menimbulkan masalah kesehatan lingkungan bagi masyarakat,’’ tukas Deden.

Sementara itu, salah seorang ibu rumah tangga di Kelurahan Margadadi, Kecamatan Indramayu, Yani, mengaku khawatir akan kemungkinan timbulnya DBD di daerahnya. Pasalnya, saat ini kondisi cuaca tak menentu sehingga menimbulkan banyak genangan air.

‘’Untuk mencegah DBD, saya selalu memantau genangan air di lingkungan rumah, jangan sampai ada jentik-jentik nyamuknya,’’ kata Yani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement