Selasa 29 Jan 2019 21:03 WIB

Seorang Siswi SD di Depok Trauma Dihukum 100 Kali Push Up

Pemkot Depok sudah mengirimkan tim psikolog.

Rep: Rusdi Nurdiansyah/ Red: Muhammad Hafil
Push-up/ilustrasi
Push-up/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK--Seorang siswi SD yang berdomisili di Kelurahan Sukamaju, Cilodong, Kota Depok mengalami trauma. Ini setelah dia mendapat hukuman 100 kali melakukan push up dari oknum kepala sekolah SDIT di Bonjonggede, Bogor.

Siswi bernama GSN (10 tahun) dihukum lantaran belum membayar Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) bulanan. "Saya dihukum 100 kali push up oleh kepala sekolah karena belum bayar SPP. Saya ikuti, baru 10 kali, saya nggak kuat karena tangan dan perut saya mulai sakit. Saya nggak mau sekolah, takut," ujar GSN saat ditemui sejumlah wartawan di rumanhya di Kampung Sidamukti RT 05/RW 10, Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Cilodong, Kota Depok, Selasa (29/1).

GSN yang duduk kelas IV ini mengutarakan, hukuman push up sudah dua kali didapatkannya karena telat membayar SPP. "Teman-teman lainnya juga disuruh push up kalau telat membayar SPP. Pak kepala sekolah juga bilang kalau nggak bayar SPP nggak boleh ikut ujian. Saya nggak mau lagi sekolah disitu, takut," tegasnya.

Dengan kejadian yang menimpa anaknya, HD (40) tak mau berpekara dan segera memindahkan anaknya ke sekolah yang dekat rumahnya di kawasan Cilodong, Depok. "Saya bukan tidak mampu bayar, cuma karena telat, itupun soal mis informasi. Saya sudah protes ke kepala sekolah. Anak saya sudah nggak mau sekolah disitu lagi. Sidah 10 hari nggak sekolah, dia trauma. Terpaksa saya pindahkan sekolahnya. Sekarang saya sedang urus surat pindah. Rencananya pindah ke sekolah di Cilodong, Depok," tuturnya.

HD berharap, pihak sekolah dimanapun juga jangan menghukum anak-anak dengan push up dan kekerasan. "Saya berharap tidak ada anak-anak yang dihukum push up dan kekerasan yang membuat anak-anak takut bersekolah," harapnya.

Kepala Sekolah SDIT Bina Mujtama Bojonggede, Bogor, Budi, membenarkan adanya aturan hukuman push up bagi siswa yang telat membayar SPP. "Ya, benar, GSN kami hukum push up karena belum bayar SPP. "Ini bukan hukuman tapi aturan sekolah. Aturan itu merupakan bentuk peringatan kepada orang tua yang lalai membayar SPP. Kita dan orang tua sama-sama mempunyai tanggungjawab mendidik anak," jelas Budi.

Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Depok, Mohammad Thamrin menegaskan, pihaknya melarang adanya hukuman displin dengan push up, di suruh pulang dan bentuk-bentuk hukuman kekerasan lainnya.

"Kami melarang adanya hukuman seperti itu. Itu kejadiannya di sekolah di Bogor. Di Depok tidak ada sanksi belum bayar SPP, siswa yang menanggung hukumannya. Kami mengimbau untuk menerapkan sanksi yang kreatif tidak membuat siswa trauma. Contohnya, siswa yang telat masuk jangan disuruh pulang tapi diberi peringatan dan sebaiknya diberikan sanksi displin dengan membersihkan taman, membersihkan kaca atau menyapu halaman," tuturnya.

Kepala Dinas Perlindungan Anak Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga (DPAPMK) Kota Depok, Nessy Annisa Handari menambahkan, pihaknya sudah mendapat laporan adanya siswi SD di Depok yang trauma sekolah karena hukuman push up yang diterimanya. "Kami sudah kirimkan tim psikolog untuk menemui GSN, mendampinginya dan menghiburnya agar traumanya pelan-pelan dilupakannya," ungkapnya.

Nessy mengutarkan akan segera berkoordinasi dengan Disdik Kota Depok untuk segera membantu mencarikan sekolah baru buat GSN. "Kami akan bantu GSN dapat bersekolah di SD negeri di Depok. Kami akan terus mendampingi GSN hingga traumanya hilang dan dapat dengan senang untuk bersekolah. Kami berharap, para guru menjadikannya sekolah itu tempat menyenangkan bagi anak bukan tempat yang menakutkan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement