Selasa 29 Jan 2019 10:06 WIB

Indonesia Barokah, Sekadar Kampanye Hitamkah?

Dewan Pers menyatakan tabloid tersebut bukan produk jurnalistik

Petugas Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Banyuwangi menunjukkan isi Tabloid Indonesia Barokah di Glagah, Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (25/1/2019).
Foto: Antara/Budi Candra Setya
Petugas Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Banyuwangi menunjukkan isi Tabloid Indonesia Barokah di Glagah, Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (25/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dessy Suciati Saputri, Ronggo Astungkoro, Dian Erika Nugraheny

JAKARTA -- Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mengatakan tabloid Indonesia Barokah bukan merupakan produk jurnalistik. Dewan Pers segera menyampaikan hasil penilaian dan rekomendasi atas tabloid tersebut kepada kepolisian serta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Menurut Dewan Pers, berdasarkan penelusuran ditemukan bahwa Indonesia Barokah tidak termasuk ke dalam produk jurnalistik sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang tentang Pers. "Maka kami akan menggelar pleno, khusus pada hari ini atau paling lambat besok untuk memutuskan hasil penelusuran kami terhadap tabloid Indonesia Barokah. Kami sudah menemukan bahwa tabloid ini bukan produk pers, tetapi kami tetap harus memutuskan dalam bentuk pendapat, penilaian dan rekomendasi," ujar Yosep ketika dihubungi wartawan, Senin (28/1).

Ada sejumlah alasan mengapa Dewan Pers menyimpulkan Indonesia Barokah bukan produk jurnalistik. Pertama, alamat kantor redaksi tidak ditemukan dan tidak sesuai dengan lokasi yang dicantumkan dalam tabloid. "Kedua, nama-nama wartawannya tidak terdapat di [database] Dewan Pers, apalagi kalau penanggung jawabnya harus mempunyai kompetensi yang tinggi dari segi jurnalistik, yang sudah mengikuti uji kompetensi wartawan (UKW)," tutur dia.

Ketiga, dari segi konten, ada beberapa bagian dari tabloid tersebut menyudutkan pasangan capres-cawapres tertentu. Menurut dia, kontennya memang bukan kampanye hitam, tetapi banyak beritanya didaur ulang dari berita-berita dari media lain.

 

"Memang isinya bukan kampanye hitam, tetapi ada bagian tertentu yang menyudutkan paslon tertentu," tuturnya.

Hasil dari penilaian dan rekomendasi ini akan diserahkan kepada kepolisian, Bawaslu, dan pihak yang melapor tentang Indonesia Barokah kepada Dewan Pers. Menurut Yosep, ketiga pihak nantinya bisa menindaklanjuti rekomendasi mereka.

 

"Silakan nanti kepolisian dan Bawaslu menindak sesuai dengan kewenangannya. Intinya, dari kita bahwa hal tersebut bukan produk jurnalistik," ujarnya.

Yosep pun mengimbau masyarakat agar mau melakukan pengecekan dengan rujukan media-media mainstream jika ada berita-berita yang bernada provokatif dan tidak benar. Menurut dia, masyarakat harus mencari rujukan ke media-media kredibel dan terpercaya.

Sementara, untuk media, harus alihkan fokus sekarang kepada masyarakat, apa yang mereka butuhkan agar paslon terpilih lakukan nanti. Selain itu, juga harus fokus ke pileg, pemilihan legislatif, jangan sampai pemberitaan hanya fokus ke pilpres saja. Wakil rakyat juga penting dan tidak bisa diabaikan," ujarnya.

photo
Tabloid Indonesia Barokah Tersebar di 104 Mesjid di Kab Bandung

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengakui, kepolisian sudah menerima laporan dari BPN Prabowo-Sandiaga terkait peredaran Indonesia Barokah. Namun, kepolisian masih menunggu rekomendasi resmi dari Dewan Pers terkait hasil kajian terhadap Indonesia Barokah.

"Dari Bareskrim, hari Sabtu (26/1) sudah terima laporan pengaduan dari BPN. Laporan pengaduan tersebut hari ini dikaji tim sambil menunggu rekomendasi Dewan Pers," ujar Dedi saat ditemui di ru angannya di Mabes Polri, Jakarta Sela tan, Senin (28/1).

Dedi menerangkan, tim dari Direktorat Pidana Umum Bares krim sudah dibentuk untuk mengkaji laporan BPN. Tim juga akan mengumpulkan bahan yang terkait dengan laporan itu. "Ketika [rekomendasi] Dewan Pers masuk, bahan kita sudah cukup, baru nanti ada timeline gelar perkara, menentukan timeline-nya," tutur Dedi.

Proses penyelidikan dan pe nyidikan atas laporan tersebut akan dilakukan setelah surat resmi rekomendasi dari Dewan Pers diterima oleh kepolisian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement