Ahad 27 Jan 2019 09:58 WIB

Pemilu Damai Indikator Kesuksesan Pesta Demokrasi

Pemilu damai harus bebas dari hoaks dan politik uang.

Capres nomor urut 01 Joko Widodo (kiri) dan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto berjabat tangan saat mengikuti debat capres putaran keempat di Hotel Shangri La, Jakarta
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Capres nomor urut 01 Joko Widodo (kiri) dan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto berjabat tangan saat mengikuti debat capres putaran keempat di Hotel Shangri La, Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekelompok anak muda yang menamakan diri Lembaga Cita Insan Indonesia (LACI) menyatakan dukungan terhadap Pemilu 2019 damai. Sebab, pemilu  yang damai menjadi indikator suksesnya sebuah perhelatan pesta demokrasi.

"Kami atas nama generasi muda Indonesia dari LACI, dengan ini menyatakan sikap yaitu mendorong kampanye pemilu aman, damai," ujar perwakilan LACI, Endah, saat menggelar diskusi bertajuk 'Membaca Arah Populisme Islam di Pilpres 2019' sekaligus deklarasi pemilu damai di Jakarta, Sabtu (26/1). 

LACI juga menyoroti perkembangan isu hoaks di pemilu. Mereka merasa khawatir dengan penyebaran informasi bohong yang kian masif di masyarakat. Karenanya mereka mengajak seluruh masyarakat melawan hoaks dalam ajang kontestasi. 

"Kita juga ingin pemilu berlangsung tanpa hoaks, SARA dan politik uang," ucapnya. 

LACI juga menginginkan pemilu berlangsung sesuai dengan prinsip Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil (Luber Jurdil). Sebab mereka meyakini dengan cara itu kualitas demokrasi meningkat, sehingga pemimpin yang dihasilkan menjadi lebih baik.

Selain deklarasi dukungan pemilu damai, acara itu juga menghadirkan dosen Universitas Paramadina, Novriantoni Kahar. Dalam pemaparannya,  dia menilai politik identitas di Indonesia merupakan gerakan yang menuntut perubahan imajiner. 

Novriantoni mencontohkan, Di Pilkada DKI, terdapat gerakan bernuansa pada politik identitas yang mengelola ketersinggungan. Isu seperti ini dinilai tidak penting karena bukan aspek yang esensi.

"Emosi massa dibakar untuk perjuangkan sesuatu yang tidak substansial, itu yang saya pahami dari populisme itu," kata Novriantoni.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement