Sabtu 26 Jan 2019 16:41 WIB

AJI dan PPMI Solo Desak Jokowi Cabut Remisi Susrama

i Nyoman Susrama adalah terpidana pembunuhan wartawan Radar Bali AA Prabangsa.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Andri Saubani
Jurnalis dan masyarakat yang tergabung dalam Solidaritas Jurnalis Bali menggelar aksi damai mendesak pembatalan remisi bagi I Nyoman Susrama di Monumen Bajra Sandhi, Denpasar, Bali, Jumat (25/1/2019).
Foto: Antara/Fikri Yusuf
Jurnalis dan masyarakat yang tergabung dalam Solidaritas Jurnalis Bali menggelar aksi damai mendesak pembatalan remisi bagi I Nyoman Susrama di Monumen Bajra Sandhi, Denpasar, Bali, Jumat (25/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Solo dan Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia Dewan Kota Solo mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut remisi untuk I Nyoman Susrama. Remisi untuk terpidana kasus pembunuhan jurnalis Radar Bali, Aa Prabangsa tersebut dinilai bisa membuat pelaku kekerasan terhadap jurnalis/wartawan menjadi tidak jera.

Pernyataan tersebut disampaikan AJI Solo dan PPMI Surakarta dalam diskusi dan mimbar bebas di Kantor AJI Solo, Manahan, Solo, Jumat (25/1) siang. Aksi tersebut disertai penggalangan dukungan untuk pencabutan remisi untuk Susrama.

Dalam mimbar bebas itu, AJI Solo mempertanyakan bagaimana bisa seorang terpidana otak pembunuhan wartawan bisa lolos dalam pemberian remisi. Pemberian remisi semestinya juga memperhatikan sensitivitas kasus dan dampak yang ditimbulkan. Termasuk dalam kasus-kasus kekerasan lain yang belum terungkap.

"Mestinya Presiden mencermati latar belakang narapidana sebelum diusulkan menerima remisi," kata Sekretaris AJI Solo, Chrisna Chanis Cara, seperti tertulis dalam siaran pers yang diterima Republika, Sabtu (26/1).

Ketua AJI Solo Adib MA, menjelaskan, secara hukum Susrama bisa saja dianggap memenuhi syarat pemberian remisi seperti tertuang dalam Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) No 3/2018. Namun, pemberian remisi terhadap terpidana pembunuhan terhadap jurnalis bisa menyuburkan impunitas bagi pelaku kejahatan serupa lainnya.

"Belum lagi kasus-kasus lain yang belum pernah tersentuh proses hukum. Salah satu yang paling nyata adalah kasus pembunuhan Udin [Fuad M Syarifuddin] yang hingga kini belum terungkap. Padahal kasus itu sudah terjadi pada 1996. Sedangkan Susrama bisa diproses hingga ke pengadilan dengan proses yang melelahkan, tapi kini hukumannya dikurangi," terang Adib.

Selain mendesak Presiden mencabut Kepres No. 29/2018 tentang Pemberian Remisi Perubahan dari Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Sementara, AJI dan PPMI mendesak aparat hukum mengungkap kasus-kasus pembunuhan terhadap jurnalis. Kasus-kasus tersebut antara lain kasus pembunuhan Fuad M Syarifuddin (Udin) wartawan Harian Bernas Yogya (1996), pembunuhan Herliyanto wartawan lepas harian Radar Surabaya (2006), kematian Ardiansyah Matrais wartawan Tabloid Jubi dan Merauke TV (2010), dan kasus pembunuhan Alfrets Mirulewan wartawan Tabloid Mingguan Pelangi di Pulau Kisar, Maluku Barat Daya (2010).

"Kami dari anggota pers mahasiswa di Solo juga mendesak pencabutan remisi tersebut. Ini bukan hanya soal hukum, tapi juga kebebasan pers," imbuh Ketua PPMI Dewan Kota Surakarta, Taufik Nandito.

Aksi tersebut juga diiringi penggalangan dukungan berupa tanda tangan untuk mendesak pemerintah mencabut remisi bagi Susrama. Penggalangan tanda tangan masih berlangsung hingga Sabtu (26/1). Aksi di Solo tersebut bersamaan dengan aksi dengan tuntutan serupa yang digelar oleh jaringan AJI di berbagai kota di Indonesia, termasuk oleh AJI Indonesia di Jakarta.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sebelumnya, mengatakan, pemerintah tak memberikan keringanan hukuman berupa grasi kepada pembunuh wartawan Radar Bali Anak Agung Prabangsa. Pembunuh Prabangsa yang bernama I Nyoman Susrama namun mendapatkan remisi perubahan dengan beberapa pertimbangan.

Salah satunya yakni masa hukuman penjara yang telah dijalani hingga sepuluh tahun. Selain itu, tambah Yasonna, Susrama juga telah menjalani masa hukumannya dengan baik dan tanpa cacat, serta berkelakuan baik.

"Jadi prosesnya begini ya, itu remisi perubahan, dari seumur hidup menjadi 20 tahun berarti kalau dia sudah 10 tahun tambah 20 tahun, 30 tahun. Umurnya sekarang sudah hampir 60 tahun," ujar Yasonna di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Rabu (23/1).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement