Jumat 25 Jan 2019 15:07 WIB

Diperiksa di Kasus Meikarta, Tjahjo Ungkit Rekomendasi Aher

Nama Tjahjo disebut oleh Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah di sidang Meikarta.

Mendagri Tjahjo Kumolo (tengah) berjalan keluar Gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Jumat (25/1/2019).
Foto: Antara/Reno Esnir
Mendagri Tjahjo Kumolo (tengah) berjalan keluar Gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Jumat (25/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengaku dikonfirmasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal kesaksian Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin (NHY) pada persidangan kasus Meikarta di Pengadilan Tipikor Bandung. Tjahjo menyebut perizinan Meikarta atas rekomendasi gubernur.

Tjahjo menceritakan pernah menelepon Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri Soni Sumarsono soal masalah perizinan Meikarta tersebut. Tjahjo menelepon Soni saat Dirjen Otda itu mengadakan rapat dengan Neneng.

"Saya telepon ke Dirjen saya, sedang ada rapat terus disampaikan bahwa di dalam ruangan Pak Dirjen ada bupati. Hasil rapat sudah selesai, intinya perizinan itu yang mengeluarkan adalah bupati atas rekomendasi gubernur," kata Tjahjo, usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk Neneng, di Gedung KPK, Jumat (25/1).

Selanjutnya, kata Tjahjo, ia pun meminta kepada Soni (Dirjen Otonomi Daerah) agar dirinya juga berbicara dengan Neneng Hassanah melalui telepon. "Mana Bu Neneng, saya mau bicara, jadi kalau sudah beres semua segera bisa diproses, 'baik pak, sesuai aturan'. Ya sudah itu saja," ucap Tjahjo.

Sebagai Mendagri, oleh penyidik Tjahjo mengaku ditanya soal kesaksian Neneng di persidangan. Sebelumnya di sidang dengan terdakwa Billy Sindoro, Neneng mengungkap pernah ditelepon oleh Tjahjo saat rapat membahas perizinan Meikarta bersama Dirjen Otonomi Daerah Soni Sumarsono.

"Saya sebagai Mendagri ditanya terkait kesaksian Ibu Neneng, intinya apa yang saya ketahui, apa yang saya dengar atau apa yang saya bicarakan dengan bupati, itu saja. Kemudian saya ditanya apakah pernah ketemu, tidak pernah ketemu," kata Tjahjo.

Dalam sidang 14 Januari 2019 di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Neneng Hasanah mengaku bahwa Tjahjo Kumolo meminta tolong kepada dirinya untuk membantu pengurusan perizinan Meikarta. Tjahjo Kumolo bilang kepada saya, 'Tolong perizinan Meikarta dibantu'," ujar Neneng.

Menurut Neneng, dirinya diminta datang ke Jakarta untuk bertemu Dirjen Otonomi Daerah Soemarsono. Hal itu berkaitan dengan hasil rapat pleno bersama mantan Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar.

Dalam rapat pembahasan izin pemanfaatan penggunaan tanah (IPPT), Deddy meminta agar perizinan pembangunan seluas 84,6 hektare ditunda terlebih dahulu. Luasan proyek tersebut membutuhkan rekomendasi dari Gubernur Jawa Barat.

"Saat itu (dipanggil ke Jakarta), Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menelepon Pak Soemarsono, berbicara sebentar, kemudian telepon Pak Sumarsono diberikan kepada saya, dan Tjahjo Kumolo bilang kepada saya, 'tolong perizinan Meikarta dibantu," kata Neneng.

Neneng pun mengiyakan permintaan Tjahjo Kumolo. Namun, kata Neneng, hal itu harus sesuai dengan aturan yang berlaku

"Saya jawab, 'baik Pak yang penting sesuai dengan aturan yang berlaku'," katanya.

Mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) pernah diperiksa KPK pada Rabu (9/1). Aher mengaku menjelaskan soal keputusan Gubernur Jawa Barat mengenai rekomendasi penanaman modal proyek Meikarta kepada penyidik KPK. Aher mengatakan, Pemprov Jabar sudah mengeluarkan izin secara clear dan clean.

"Yang ditanyakan kepada saya pada intinya adalah tentang saya sebagai gubernur saat itu mengeluarkan Keputusan Gubernur. Keputusan Gubernur harus keluar, karena rekomendasi yang dikeluarkan pemerintah provinsi Jabar itu tidak boleh ditandatangani gubernur berdasarkan Perpres No 97 tahun 2014," kata Aher.

Menurut Aher, isi Pepres Nomor 97 Tahun 2014 itu adalah memberikan pendelegasian kepada kepala dinas penanaman modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) untuk menandatangani rekomendasi tersebut. "Karena tidak ada rekomendasi kalau tidak ada peraturan gubernur itu. Kalau saya tanda tangan tidak boleh, kalau kepala dinas tidak bisa juga karena tidak ada pendelegasian. Karena itu ada keputusan gubernur dan sesuai dengan Perpres 97/2014 dalam rangka memberikan pendelegasian terhadap kadis PMTPSP (Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi) agar menandatangani rekomendasi tersebut," jelas Aher.

Sehingga menurut Aher, pemerintah provinsi sudah mengeluarkan izin secara clean and clear. Pihak Meikarta, menurut Aher, mengajukan 143 hektare yang diperuntukkan menjadi bangunan 84,6 hektare.

"Itulah yang diberikan rekomendasi pemprov, sisanya ya belum. Jadi Saya ceritakan proses keputusan gubernur yang memberikan pendelegasian kepada dinas PMPTSP supaya menandatangani proyek Meikarta seluas 86,4 hektare dan yang jelas saya tidak tahu urusan rekomendasi. Urusan saya hanya soal kepgub untuk memberi pendelegasian ke dinas untuk memberikan rekomendasi," jelasnya lagi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement