Kamis 24 Jan 2019 19:22 WIB

Sulsel Banjir, Walhi Ingatkan Jaga Ekosistem Karst

Daerah yang terkena banjir didominasi ekosistem karst.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Indira Rezkisari
Warga berusaha menyebrangi jalan yang tergenang banjir di Kecamatan Manggala, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (23/1/2019).
Foto: Antara/Abriawan Abhe
Warga berusaha menyebrangi jalan yang tergenang banjir di Kecamatan Manggala, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (23/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengingatkan masyarakat dan pemerintah daerah di Sulawesi Selatan (Sulsel) agar menjaga ekosistem karst guna mencegah terulangnya banjir. WALHI menilai kerusakan ekosistem karst ikut menjadi faktor penyebab parahnya banjir di Sulsel kali ini.

Manajer Kampanye Walhi Wahyu Perdana menyebut sejumlah daerah yang terkena banjir didominasi ekosistem karst. Diantaranya Kabupaten Maros dan Pangkep. Sehingga kerusakan karst akibat pengelolaan tata ruang yang tidak maksimal ikut mempengaruhi terjadinya banjir. Selain itu, faktor penyebab banjir lainnya ialah rusaknya Daerah Aliran Sungai (DAS) dan sistem saluran air.

Baca Juga

"Tata ruang jadi catatan sendiri seperti DAS dan sistem drainase perkotaan. Kemudian ekosistem karst itu pengatur air, ketika itu rusak banyak tambang kapur maka rusak fungsinya," katanya, Kamis (23/1).

Walau terlambat, ia mengatakan Walhi mengapresiasi niat pemerintah daerah di Sulsel yang mulai menyusun Perda pengelolaan ekosistem karst. Ia optimistis bila aturan tersebut dijalankan maka perlindungan ekosistem karst akan lebih maksimal. Kemudian, Walhi mendorong peninjauan ulang perizinan tambang kapur. Tujuannya menyeleksi tambang-tambang nakal agar tak lagi beroperasi.

"Ini bisa bantu penyelamatan ekosistem. Ini sudah ada langkah baik. Tapi perlu juga audit lingkungan terhadap izin pada kawasan-kawasan yang berhubungan dengan bencana ekologis," ungkapnya.

Di sisi lain, ia menyayangkan masih dihiraukannya Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dalam perizinan tambang. Padahal, kehadiran KLHS penting guna menentukan tingkat kerentanan tambang terhadap ekosistem sekitar.

"Sayangnya ditemukan rekomendasi KLHS tidak diikuti, cuma jadi dokumen pelengkap. Padahal dari situ bisa tahu kerentanan wilayah," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement