REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Tim seleksi lelang jabatan Pemprov Jabar dituntut lebih cermat dan hati-hati dalam menjaring calon kepala organisasi perangkat daerah (OPD). Saat ini pemprov tengah mem buka kesempatan bagi setiap aparatur sipil negara (ASN) bersaing mengisi 15 jabarta eselon II.
Menurut pakar pemerintahan dari Universitas Katolik Parahyangan, Asep Warlan Yusuf, hal tersebut terasa penting agar tidak ada kandidat yang bermasalah. "Terutama menyangkut integritas dan kapabilitas sehingga mampu memberikan kinerja yang terbaik," ujar Asep kepada wartawan, Rabu petang (23/1).
Hal tersebut, dikemukakan Asep saat disinggung keputusan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (Emil) yang membuka kesempatan bagi setiap aparatur sipil negara (ASN) untuk bersaing mengisi 15 jabatan eselon II di pemerintahan tingkat I tersebut.
Proses lelang jabatan di Pemerintah Provinsi Jawa Barat ini salah satunya diikuti Bambang Alamsyah, mantan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Tasikmalaya saat pembangunan Jalan Ciawi-Singaparna.
Seperti diketahui Kejaksaan Tinggi Jawa Barat telah menyatakan ada kerugian negara Rp 1 miliar lebih dalam proyek tersebut. Aparat penegak hukum ini pun telah memeriksa Bambang sebagai saksi dalam pembangunan jalan senilai Rp 25 miliar itu.
"Harus lebih cermat, harus lebih hati-hati betul. Pastikan setiap informasi kandidat itu tervalidasi," kata Asep.
Asep mengatakan, terdapat tiga aspek utama yang harus dipenuhi kandidat jika ingin lolos dan terpilih untuk mengisi jabatan kepala OPD, yakni manajerial, teknis, dan sosial kultural. "Para pendaftar harus memenuhi ketiga-tiganya," katanya.
Berdasarkan aspek manajerial, kata dia, calon kepala dinas harus memiliki tiga unsur utama yakni kepemimpinan, pengalaman memimpin OPD, dan rekam jejak integritas yang baik. Dalam aspek ini, Asep pun menyoroti pentingnya kandidat yang memiliki integritas yang baik dan bersih dari perkara hukum. "Pastikan itu diperoleh," katanya.
Menyangkut persoalan hukum ini, kata Asep, kandidat yang berstatus tersangka dipastikan tidak bisa mengikuti proses seleksi. Bahkan, tim seleksi akan lebih baik jika tidak meloloskan pendaftar yang diduga kuat terlibat dalam pelanggaran hukum. "Jangankan sudah masuk ke proses hukum, yang baru diduga saja itu harus sudah dicermati," katanya.
Memang, kata Asep, secara aturan tidak ada yang dilanggar jika kandidat tersebut ikut proses lelang jabatan. Namun, akan sangat berisiko jika nantinya pendaftar itu diloloskan dan terpilih menjadi kepala OPD.
"Bukan tidak menghormati azas praduga tak bermasalah, tapi dalam seleksi itu harus dicermati, harus diperhatikan. Jadi akan sangat berisiko mengangkat orang seperti itu," katanya.
Terlebih, menurut Asep, calon kepala OPD yang sudah diduga memiliki persoalan hukum dipastikan memiliki bobot nilai yang kecil dibanding kandidat lain yang bersih. Apalagi kalau sudah dilaporkan, pasti bobotnya akan turun.
"Meskipun, dia punya kemampuan teknis yang baik, kalau dia melamar, akan kalah dengan yang lain," katanya.
Asep mengatakan, terkait aspek teknis, kandidat harus memiliki kemampuan yang sesuai dengan instansi yang akan dimpimpinnya. Sehingga, penempatan OPD yang dipercayakan akan mampu dijawab dengan kinerja yang baik.
"Misalnya untuk kadisdik, berarti harus yang punya kemampuan di bidang pendidikan," katanya.
Sedangkan pada aspek sosial kultural, kata dia, calon kepala OPD harus memiliki komunikasi yang bagus dan jejaring yang luas. Hal ini sangat penting agar ketika menjabat, OPD yang dipimpin bisa bersinergi dengan banyak pihak yang lain.