REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indikator Politik Indonesia mengadakan survei soal split-ticket voting pada Pilpres 2019. Hasilnya, ditemukan besarnya gejala split-ticket voting di partai Hanura, PPP, Demokrat dan Berkarya.
Peneliti Indikator, Rizka Halida menjelaskan, fenomena split-ticket voting terjadi saat pemilih berbeda pilihan antara parpol dan capres-cawapresnya. Kondisi split-ticket voting membuat pilihan parpol seseorang tak sama dengan pilihan capres-cawapres. Fenomena ini, kata dia menarik karena kali ini pileg dan pilpres diadakan bersamaan untuk pertama kalinya di Indonesia.
Khusus dalam Koalisi Indonesia Kerja, Indikator mendapati suara pemilih PDIP, PKPI, dan PSI konsisten mendukung Jokowi-Ma'ruf. Sedangkan pemilih parpol lain mengalami split-ticket voting, yaitu PKB (27 persen), Golkar (31,2), Perindo (27,9), Nasdem (27,8).
"Secara total, split-ticket voting terjadi pada kedua basis koalisi Basis PPP (43,2 persen) dan Hanura (39,6) paling banyak terbelah pada oposisi," katanya dalam rilis survei, Rabu (23/1).
Kemudian, untuk koalisi parpol pendukung Prabowo-Sandiaga juga terjadi split-ticket voting. Rincian persentase terbelahnya dukungan yaitu Gerindra (14,1 persen), PKS (21), PAN (26).
"Pada basis Prabowo-Sandi, Demokrat (40,5 persen) dan Berkarya (42,1) paling besar terbelah ke petahana," ujarnya.
Dengan demikian, ia meyakini tak ada parpol yang dapat terhindar dari split-ticket voting sampai 100 persen. Sebab, fenomena itu wajar terjadi sebagai bagian dari dinamika politik.
"Secara umum hampir tak ada parpol di mana basis pemilihnya selalu linear dengan arah dukungan partai pada capres-cawapres," ucapnya.
Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf, Johny G Plate merasa tak tahu pasti penyebab terjadinya split-ticket voting. Namun, ia menuding serangan hoaks kubu Prabowo-Sandi ikut mempengaruhi hal itu. Sebab, serangan semacam itu menyerang langsung psikologis pemilih.
"Ini ada faktor lain yaitu strategi hoaks di ruang publik. Ini pengaruhi perasaan pemilih bukan akalnya. Hasil ini cenderung ganggu psikologis pemilih," duganya.
Walau begitu, ia optimis TKN bakal semakin solid jelang hari pencoblosan pada 17 April 2019. Langkahnya dengan kampanye intensif bersama.
"Split voting bakal membaik 86 hari ke depan karena TKN fokus tangkal hoaks. Ini tidak untungkan Indonesia, walau bisa menang," tuturnya.