Selasa 22 Jan 2019 23:45 WIB

Gelar Pertemuan, AWCF Soroti Dampak Revolusi Industri

Digitaliasi industri menuntut perlindungan yang sama bagi para tenaga kerja.

Pertemuan forum lembaga ketenagakerjaan Asia
Foto: dok istimewa
Pertemuan forum lembaga ketenagakerjaan Asia

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR— Pertemuan Forum Kompensasi Pekerja Asia/ Asian Workers’ Compensation Forum (AWCF), wadah institusi jaminan ketenagakerjaan di Asia, menyoroti perlunya perhatian terhadap perlindungan para tenaga kerja nonstandar sebagai imbas dari Revolusi Industri 4.0.

Menurut Chairman AWCF, Agus Susanto, para tenaga kerja yang tak terikat waktu, tempat, yang merupakan dampak nyata dari revolusi industry, bagaimanapun adalah para pekerja yang juga pantas mendapatkan hak perlindungan. 

“Dengan perubahan ini bagaimana di jaminan sosial di dunia, layanan kayak apa?,” kata Agus dalam seminar AWCF di Denpasar, Selasa (22/1). 

Agus yang juga Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan itu mengatakan,  dunia ketenagakerjaan dihadapkan perubahan cepat dengan kehadiran revolusi industri. Kehadirannya mengubah lanskap ketenagakerjaan dan jaminan sosial. 

Dia mengatakan, melalui pertemuan yang dihadiri 100 negara ini, dia berharap akan terjadi pertukaran pengalaman dari masing-masing delegasi. Selain itu pula forum ini diharapkan memperkuat sinergi antaranggota dan mewujudkan inovasi serta strategi baru dalam peningkatan pelayananan jaminan ketenagakerjaan.      

“Mau tak mau harus melakukan perubahan. Ini penting karena kalau tidak, maka ada gap antara ekspektasi dari peserta dan jaminan sosial yang diberikan,” kata dia. 

Dia mengatakan, pihaknya akan terus berupaya mendorong segala sesuatu yang terkait dengan pemberian manfaat, seperti dari sisi regulasi. Hadirnya lembaga-lembaga jaminan sosial Asia ini menjadi tonggak penting lahirnya inovasi-inovasi yang tentunya akan menguntungkan masyarakat, khususnya pekerja. 

Kendati demikian, Agus juga mengingatkan perlunya kepekaan terhadap isu sosial di sekeliling kita yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengajukan atau memberi masukan terhadap regulasi.  

Dia menambahkan, sebagai lembaga yang memberikan perlindungan bagi pekerja Indonesia tentunya kegiatan hari ini merupakan sumbangsih kepada masyarakat Asia untuk memahami pentingnya perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan.   

Vice Chairman AWCF dari Filipina, Stella Banawis, mengatakan dalam konteks di negaranya, perlindungan dan jaminan sosial ketenagakerjaan sudah diberikan untuk para pekerja non formal. Selain itu juga, pihaknya tengah memberikan perhatian khusus terhadap antisipasi digitalisasi revolusi industri. “Kita belajar juga dari negara lain bagaimana melakukannya,” kata dia.

Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan, Krisna Syarif , menggarisbawahi pentingnya keterlibatan negara dalam mwujudkan perlindungan bagi warganya ketika terjadi kecelakaan atau terjadinya bencana alam. 

Dia menyebutkan, angka kecelakaan kerja di Indonesia masih cukup tinggi bahkan mengalami kecenderungan naik. Pada 2018 terdapat peningkatan 40 persen kecelakaan kerja dari 123 ribu kasus menjadi 175 ribu kasus. “Itu sangat luar biasa,” tutur dia.

Sementara, di satu sisi, data menyebutkan sejumlah korban bencana alam selama 2018 yang terlindungi BPJS hanya sebesar 1-3 persen. Celah tersebut merupakan momentum bagi pemerintah untuk mengubah kebijakan bagaimana agar segenap warganya mendapatkan perlindungan. “Kami siap dukung karena kita memang perlu mitigasi bencana melalui jaminan sosial,” kata dia.         

AWCF adalah asosiasi social security kecelakaan kerja di Asia. , khususnya terkait kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. AWCF pertama kali berdiri pada tahun 2012 dimana para anggotanya terdiri dari 13 institusi penyelenggara jaminan sosial dari 10 negara di Asia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement